Sabtu, 11 Oktober 2014

MAKALAH CERAI TALAK,GUGAT DALAM ISLAM

 teman teman yang pada kesulitan dengan tugas makalah nya,, ini ada saya bagi sedikit ilmu dimana makalh ini sudah lulus kriteria dari kesalahan ,,selamat membaca

A.  DEFENISI CERAI TALAK, CERAI GUGAT DAN DASAR HUKUMNYA.

1.    Pengertian Cerai Talak
Akar kata dari Thalaq adalah al-ithlaq, artinya melepaskan atau meninggalkan. Anda berkata, أ طلقتُ ا لأ سير artinya aku telah melepaskan dan membebaskan tawanan, jika memang anda melepaskan dan membebaskannya. Dalam syariat Islam, talak artinya melepaskan ikatan pernikahan atau mengakhirinya.[1]
Al-mahalli dalam kitabnya syarh minhaj al-thalibin merumuskan:

حل قيد ا لنكا ح بلفظ طلا ق و نحو ه
“Melepaskan hubungan pernikahan dengan menggunakan lafaz talak dan sejenisnya”.[2]
Menurut Drs. Shodiq S.E memberikan pengertian tentang talak adalah melepaskan ikatan, yaitu melepaskan ikatan perkawinan dengan mengucapkan secara sukarela ucapan talak kepada istrinya, dengan kata-kata yang jelas ataupun dengan kata-kata sindiran.[3]
Sayyiq Sabiq mendefinikan talak dengan sebuah upaya utuk melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan perkawinan iu sendiri. Sementara itu didalam kitab Kifayat al-Akhyar yang menjelaskan talak sebagai sebuah nama untuk melepaskan ikatan nikah dan talak adalah lafaz jahiliyah yang setelah Islam datang menetapkan lafaz itu sebagai kata untuk melepaskan nikah.
Jadi, dari definisi talak diatas, jelaslah bahwa talak merupakan sebuah institusi yang digunakan untuk melepaskan sebuah ikatan perkawinan.[4] Meskipun Islam memperkenankan perceraian kalau terdapat alasan-alasan yang kuat baginya, namun hak itu hanya dapat dipergunakan dalam keadaan yang sangat mendesak.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yaitu :
عَنِ اِبْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَبْغَضُ اَلْحَلَالِ عِنْدَ اَللَّهِ اَلطَّلَاقُ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ , وَابْنُ مَاجَهْ , وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ , وَرَجَّحَ أَبُو حَاتِمٍ إِرْسَالَهُ 

“Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perbuatan halal yang paling dibenci Allah ialah cerai." Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim. Abu Hatim lebih menilainya hadits mursal”.( H.R. Abu Daud dan Ibn Majah)

2.    Pengertian Cerai Gugat (Khulu’)
Khulu’ berasal dari kata “khulu’ Al-Tsaub”berarti melepaskan atau mengganti pakaian pada badan, karena seorang wanita merupakan pakain bagi lelaki, dan sebaliknya, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran yaitu dalam surat Al-Baqarah ayat 187:

¨@Ïmé&öNà6s9s's#øs9ÏQ$uŠÅ_Á9$#ß]sù§9$#4n<Î)öNä3ͬ!$|¡ÎS4£`èdÓ¨$t6Ï9öNä3©9öNçFRr&urÓ¨$t6Ï9£`ßg©93zNÎ=tæª!$#öNà6¯Rr&óOçGYä.šcqçR$tFøƒrBöNà6|¡àÿRr&z>$tGsùöNä3øn=tæ$xÿtãuröNä3Ytã(z`»t«ø9$$sù£`èdrçŽÅ³»t/(#qäótFö/$#ur$tB|=tFŸ2ª!$#öNä3s94(#qè=ä.ur(#qç/uŽõ°$#ur4Ó®Lymtû¨üt7oKtƒãNä3s9äÝøsƒø:$#âÙuö/F{$#z`ÏBÅÝøsƒø:$#ÏŠuqóF{$#z`ÏB̍ôfxÿø9$#(¢OèO(#qJÏ?r&tP$uÅ_Á9$#n<Î)È@øŠ©9$#4Ÿwur ÆèdrçŽÅ³»t7è?óOçFRr&urtbqàÿÅ3»tãÎûÏÉf»|¡yJø9$#3y7ù=Ï?ߊrßãn«!$#Ÿxsù$ydqç/tø)s?3y7Ï9ºxx.ÚúÎiüt6リ!$#¾ÏmÏG»tƒ#uäĨ$¨Y=Ï9óOßg¯=yès9šcqà)­GtƒÇÊÑÐÈ

“ Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf[115] dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa”.(Surat Al-Baqarah: 187)

Selain itu kata khulu’ ini adalah bentuk mashdar dari khala’ artinya menanggalkan, yaitu menanggalkan ikatan perkawinan yang dilakukan oleh istri dengan membayar tebusan (iwadh). Pengertian khulu’ ini masih menjadi perdebatan dikalangan ulama fiqih (fuqaha), diantaranya:
Imam Hanafi berpendapat bahwa khulu’ adalah menanggalkan ikatan pernikahan yang diterima oleh istri dengan lafadskhulu’ atau yang semakna dengan itu. Imam Malik mengatakan khulu’ menurut syara’ adalah talak dengan tebusan.


Imam Syafi’i mengatakan khulu’ menurut syara’ adalah lafads yang menunjukan perceraian antara suami istri dengan tebusan yang harus memenuhi persyaratan tertentu. Sedangkan Imam Hambali mengatakan bahwa khulu’ adalah suami menceraikan istrinya dengan tebusan yang di ambil oleh suami dari istrinya atau dari lainya dengan lafad tertentu.

Jadi, dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa khulu’ adalah perceraian yang terjadi atas permintaan dan inisiatif istri dengan memberikan tebusan atau iwadh yang harus memenuhi syarat kepada suaminya dan  perceraian tersebut disetuji pula oleh suaminya.

3.       Dasar Hukumnya
a.         AL-Quran
Dasar hukum dibolehkanya melakukan talak dan khulu’ adalah Al-Quran, hadis dan pendapat para ulama.
Apabila suatu perkawinan tidak berjalan sebagaimana mestinya dan telah timbul krisis rumah tangga, hilangnya ketenangan rumah tangga, kasih sayang dan cinta telah tiada, pergaulan yang baik sudah tidak ada lagi, maka dalam keadaan seperti itu penyelesaianya menjadi sulit, Islam memberikan jalan keluar lewat talak atau khulu’, tapi keduanya tidak dapat digunakan tanpa adanya suatu penyebab apapun kecuali dalam keadaan yang terpaksa.[5]
Mengenai kebolehan terjadinya khulu’ ini dijadikan landasan oleh kebanyakan ulama karena adanya firman Allah :
ß,»n=©Ü9$#Èb$s?§sD(88$|¡øBÎ*sù>$rá÷èoÿÏ3÷rr&7xƒÎŽô£s?9`»|¡ômÎ*Î/3Ÿwur@ÏtsöNà6s9br&(#räè{ù's?!$£JÏB£`èdqßJçF÷s?#uä$º«øx©HwÎ)br&!$sù$sƒsžwr&$yJŠÉ)ãƒyŠrßãm«!$#(÷bÎ*sù÷LäêøÿÅzžwr&$uKÉ)ãƒyŠrßãn«!$#Ÿxsùyy$oYã_$yJÍköŽn=tã$uKÏùôNytGøù$#¾ÏmÎ/3y7ù=Ï?ߊrßãn«!$#Ÿxsù$ydrßtG÷ès?4`tBur£yètGtƒyŠrßãn«!$#y7Í´¯»s9'ré'sùãNèdtbqãKÎ=»©à9$#ÇËËÒÈ
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (Surat Al-Baqarah:229)
Pada ayat diatas yang menerangkan kebolehan terjadinya khulu’ yaitu pada potongan ayat:
            Ÿxsùyy$oYã_$yJÍköŽn=tã$uKÏùôNytGøù$#¾ÏmÎ/
“... Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya”.

Bila diantara suami istri itu timbul perbedaan yang akan membahayakan keutuhan rumah tangga mereka, maka hendaknya ditunjuk penengah guna mempertemukan atau menghilangkan perbedaan-perbedaan tersebut serta mendamaikan mereka.
Firman Allah didalam Al-Quran yaitu dalam Surat An-Nisa:35
÷ ÷bÎ)ur óOçFøÿÅz s-$s)Ï© $uKÍkÈ]÷t/ (#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB
 !$ygÎ=÷dr& bÎ) !#yƒÌãƒ $[s»n=ô¹Î) È,Ïjùuqムª!$# !$yJåks]øŠt/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã #ZŽÎ7yz  

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. An-Nisa:35)
Namun bila para penengah itu gagal mendamaikan kedua suami istri itu, barulah Al-Quran memperkenankan pasangan tersebut untuk berpisah.  Al-Quran juga menjelaskan dalam Surat An-Nisa:130:
bÎ)ur $s%§xÿtGtƒ Ç`øóムª!$# yxà2 `ÏiB ¾ÏmÏGyèy 4 tb%x.ur ª!$# $·èźur $VJŠÅ3ym
“jika keduanya bercerai, Maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana”.

Bila hubungan pernikahan itu tidak dapat lagi dipertahankan dan kalau dilanjutkan juga akan menghadapi kehancuran dan kemudaratan, maka Islammembuka pintu untuk terjadinya perceraian. Dengan demikian pada dasarnya perceraian atau talak itu adalah sesuatu yang tidak disenangi  yang dalam istilah ushul fiqh disebut makruh.
Hukum makruhini dapat dilihat dari adanya usaha pencegahan terjadinya talak itu dengan berbagai pentahapan.
Hal ini terlihat dalam surat al-Nisa’ ayat 34:
ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB  Æèdyqà±èS  ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s? £`ÍköŽn=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ  
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.(QS. An-Nisa:34)
Jadi, dari ayat al-quran diatas dapat kita pahami bahwa talak adalah perbuatan yang halal namun dibenci oleh Allah, dan cerai dibolehkan jika pasangan suami istri tersebut tidak bisa untuk didamikan dan disatukan kembali, yang mana bila keduanya tetap dipaksa untuk bersatu kembali maka akan mendatangkan mudharat yang lebih buruk.
b.      Hadis
Adapun ketidaksenangan Nabi kepada perceraian itu terlihat dalam haditsnya dari Ibnu Umar menurut riwayat Abu Daud, Ibnu Mjajah dan disahkan oleh Hakim, sabda Nabi:
( أَبْغَضُ اَلْحَلَالِ عِنْدَ اَللَّهِ اَلطَّلَاقُ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ
“perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak”.
وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ : قَالَ اِبْنُ عُمَرَ : ( أَمَّا أَنْتَ طَلَّقْتَهَا وَاحِدَةً أَوْ اِثْنَتَيْنِ ; فَإِنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَمَرَنِي أَنْ أُرَاجِعَهَا , ثُمَّ أُمْهِلَهَا حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً أُخْرَى , وَأَمَّا أَنْتَ طَلَّقْتَهَا ثَلَاثًا , فَقَدْ عَصَيْتَ رَبَّكَ فِيمَا أَمَرَكَ مِنْ طَلَاقِ اِمْرَأَتِكَ )

 “Menurut riwayat Muslim, Ibnu Umar berkata (kepada orang yang bertanya kepadanya): Jika engkau mencerainya dengan sekali atau dua kali talak, maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruhku untuk kembali kepadanya, kemudian aku menahannya hingga sekali masa haid lagi, lalu aku menahannya hingga masa suci, kemudian baru menceraikannya sebelum menyetubuhinya. Jika engkau menceraikannya dengan tiga talak, maka engkau telah durhaka kepada Tuhanmu tentang cara menceraikan istri yang Ia perintahkan kepadamu.”(H.R. Muslim).

Walaupun hukum asal dari talak itu adalah makruh, namun melihat keadaan tertentu dalam situasi tertentu maka hukum talak itu adalah sebagai berikut:
a.         Nadab atau sunat; yaitu dalam keadaan rumah tangga sudah tidak dapat dilanjutkan dan seandainya dipertahankan juga kemudaratan yang lebih banyak akan timbul.
b.        Mubah atau boleh saja dilakukan  bila memang perlu terjadi perceraian dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan perceraian itu sedangkan manfaatnya juga ada.
c.         Wajib atau mesti dilakukan. Yaitu perceraian yang mesti dilakukan oleh hakim terhadap seorang yang telah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya sampai masa tertentu, sedangkan ia tidak mau pula membayar kaffarah sumpah agar ia dapat bergaul dengan istrinya. Tindakannya itu memudaratkan istrinya.
d.        Haram talak itu dilakukan tanpa alasan sedangkan istri dalam keadaan haid atau suci yang dalam masa itu ia telah digauli.[6]

B.  ALASAN-ALASAN PERCERAIAN
1.      Alasan Mengajukan Cerai Talak
a.       Terjadinya nusyuz dari pihak istri
Nusyuz bermakna kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran perintah, penyelewengan dan hal-hal yang dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga.Berkenaandengan hal ini Al-Quran memberi tuntunan bagaimana mengatasi nusyuz istri agartidak terjadi perceraian.
Allah SWT berfirman, yaitu Surat An-Nisa:34:
ã4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB  Æèdyqà±èS  ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s? £`ÍköŽn=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ  
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.(QS. An-Nisa:34)
Dari ayat diatas Al-Quran memberikan pendapat yaitu:
1.      Istri diberinasehat dengan cara yang ma’ruf agar ia segera sadar terhadap kekeliruan yang diperbuatnya.
2.    Pisah Ranjang. Cara ini bermakna sebagai hukuman psikologis bagi istri dan dalam kesendirianya tersebut ia dapat melakukan koreksi terhadap kekeliruanya.
3.    Apabila dengan cara ini tidak berhasil, langkah berikutnya adalah memberi hukuman fisik dengan cara memukulnya, dan itu dibolehkan pada bagian yang tidak membahayakan si istri seperti kakinya.

b.      Nusyuz suami terhadap istri
Kemungkinan nusyuz tidak hanya datang dari istri saja, tetapi dapat juga dari suami. Al-Quran juga menyebutkan adanya nusyuz dari suami seperti yang terlihat dalam firman Allah, yaitu Surat An-Nisa ayat 128:
È ÈbÎ)ur îor&zöD$# ôMsù%s{ .`ÏB $ygÎ=÷èt/ #·qà±çR ÷rr& $ZÊ#{ôãÎ) Ÿxsù yy$oYã_ !$yJÍköŽn=tæ br& $ysÎ=óÁム$yJæhuZ÷t/ $[sù=ß¹ 4 ßxù=Á9$#ur ׎öyz 3 ÏNuŽÅØômé&ur Ú[àÿRF{$# £x±9$# 4 bÎ)ur (#qãZÅ¡ósè? (#qà)­Gs?ur  cÎ*sù ©!$# šc%x. $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz ÇÊËÑÈ  

“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. An-Nisa:128)
Kemungkinan nusyuznya suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian dari pihak suami untuk memenuhi kewajibanya kepada istri, baik nafkah lahir maupun nafkah batin. Dan diantara kewajiban suami terhadap istri adalah memberi sandang dan pangan, tidak memukul wajah jika terjadi nusyuz, tidak mengolok-ngolok dengan mengucapkan hal-hal yang dibencinya, dan tidak menghindari istri kecuali didalam rumah.[7]
c.       Terjadinya syiqaq
Maksud dari syiqaq ini adalah percekcokan, yang biasanya disebabkan oleh masalah ekonomi, sehingga keduanya sering bertengkar. Dan alasan untuk terjadinya perceraian lebih disebabkan oleh alasan syiqaq ini.
Sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 7 tahun 1989 dinyatakan bahwa syiqaq adalah perselisihan yang tajam dan terus-menerus antara suami istri.
Sebagaimana dijelaskan juga dalam Firman Allah yaitu dalam Surat An-Nisa ayat 35:
÷ ÷bÎ)ur óOçFøÿÅz s-$s)Ï© $uKÍkÈ]÷t/ (#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr& bÎ) !#yƒÌãƒ $[s»n=ô¹Î) È,Ïjùuqムª!$# !$yJåks]øŠt/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã #ZŽÎ7yz ÇÌÎÈ  

“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakamdari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.(QS. An-Nisa:35)
Dari ayat diatas, dipilihnya hakam (arbitrator) dari masing-masing pihak dikarenakan para perantara tersebut akan lebih mengetahui karakter, sifat keluarga mereka sendiri, sehingga cara ini lebih mudah untuk mendamaikan suami istri yang sedang bertengkar. An-Nawawi dalam Syarah Muhazzab menyatakan bahwa disunatkan hakam itu dari pihak suami dan istri, jika tidak boleh juga dari pihak lain.
d.      Salah satu pihak melakukan fahisyah
Fahisyah adalah salah satu dari suami atau istri melakukan perbuatan zina, yang menimbulkan saling tuduh-menuduh antara keduanya. Cara menyelesaikannya adalah dengan cara membuktikan kebenaran dari tuduhan tersebut.
Penyelesaian yang diberikan oleh Al-Quran adalah dalam rangka antisipasi agar nusyuz dan syiqaq yang terjadi tidak sampai mengakibatkan terjadinya perceraian. Karena perceraian merupakan sesuatu yang dibenci oleh ajaran agama.
Meskipun demikian bila berbagai cara telah ditempuh, tapi tidak juga membawa hasil, maka perceraian merupakan jalan yang terbaik bagi kedua belah pihak untuk melanjutkan kehidupanya masing-masing. Untuk dapat terwujudnya sebuah perceraian harus ada alasan-alasan tertentu yang dibenarkan oleh undang-undang dan ajaran agama.[8]
2.      Alasan Mengajukan Cerai Gugat
Perceraian dapat terjadinya karena alasan-alasan tertentu didalam pasal 116, yaitu:
1.      Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2.      Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
3.      Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4.      Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membayakan pihak yang lain.
5.      Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
6.      Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
7.      Suami melanggar taklik talak
8.      Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.[9]


C. MACAM-MACAM TALAK
1.      Ditinjau dari boleh atau tidaknya rujuk kembali
Secara garis besar ditinjau dari boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak dibagi menjadi dua macam yaitu:
a)      Talak Raj’i
Talak raj’i yaitu talak dimana suami masih mempunyai hak untuk merujuk kembali istrinya, setelah talak itu dijatuhkan dengan lafal-lafal tertentu, dan istri benar-benar sudah digauli. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS Al-Talak ayat 1:
$pkšr'¯»tƒ ÓÉ<¨Z9$# #sŒÎ) ÞOçFø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# £`èdqà)Ïk=sÜsù  ÆÍkÌE£ÏèÏ9 (#qÝÁômr&ur no£Ïèø9$# ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNà6­/u ( Ÿw  Æèdqã_̍øƒéB .`ÏB £`ÎgÏ?qãç/ Ÿwur šÆô_ãøƒs HwÎ) br& tûüÏ?ù'tƒ 7pt±Ås»xÿÎ/ 7puZÉit7B 4 y7ù=Ï?ur ߊrßãn «!$# 4 `tBur £yètGtƒ yŠrßãn «!$# ôs)sù zNn=sß ¼çm|¡øÿtR 4 Ÿw Íôs? ¨@yès9 ©!$# ß^Ïøtä y÷èt/ y7Ï9ºsŒ #\øBr& ÇÊÈ  
 Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terangItulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru” (QS. Al-Thalak:1)
Maksud ayat diatas adalah “menghadapiiddah yang wajar” dalam ayat tersebut adalah istri-istri itu hendaknya ditalak ketika suci dan belum dicampuri. Sedangkan yang dimaksud dengan “perbuatan keji” adalah apabila istri melakukan perbuatan-perbuatan pidana, berkelakuan tidak sopan terhadap mertua, ipar, dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan “sesuatu yang baru” adaalh keinginan dari suami untuk rujuk kembali apabila talaknya baru dijatuhkan sekali atau dua kali.
Jadi dapat disimpulkan bahwa suami boleh untuk merujuk istrinya kembali yang telah ditalak sekali atau dua kali selama mantan istrinya itu masih dalam masa iddah.
b)      Talak bain
Talak bain adalah yang memisahkan sama sekali hubungan suami istri. Talak bain ini ini terbagi menjadi dua bagian yaitu:

1)      Talak bain shugra
a.       Pengertian
 Ialah  talak yang menghilangkan hak-hak rujuk dari bekas suaminya, tetapi tidak menghilangkan hak nikah baru kepada istri bekas istrinya itu.

b.      Macam talak bain shugra
1.      Talak yang dijatuhkan suami kepada istri yang belum terjadi dukhuk (setubuh)
2.      Khulu

c.       Hukum talak bain shugra
1.      Hilangnya ikatan nikah antara suami dan istri.
2.      Hilangnya hak bergaul bagi suami istri termasuk berkhalwat (menyendiri berdua-duaan).
3.      Masing-masing tidak saling mewarisi manakala meninggal.
4.      Bekas istri, dalam masa iddah berhak tinggal dirumah bekas suaminya dengan berpisah tempat tidur dan mendapat nafkah.
5.      Rujuk dengan akad dan mahar baru.

2)      Talak bain kubra
a.       Pengertian
Talak bain kubra adalah talak yang mengakibatkan hilangnya hak rujuk kepada bekas istri, walaupun kedua bekas suami istri itu ingin melakukannya, baik di waktu iddah atau sesudahnya.
b.      Macam macam talak bain kubra
Sebagian ulama berpendapat yang termasuk talak bain kubra adalah segala macampenceraian yang mengandung unsur-unsur sumpah seperti: ila, zihar, dan li’an.
c.       Hukum talak bain kubra
1.      Sama dengan hukum talak bain shugra nomo 1,2 dan 4
2.      Suami haram kawin lagi dengann istrinya, kecuali bekas istri telah kawin dengan laki-laki lain.
Allah SWT. Berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 230:
bÎ*sù $ygs)¯=sÛ Ÿxsù @ÏtrB ¼ã&s! .`ÏB ß÷èt/ 4Ó®Lym yxÅ3Ys? %¹`÷ry ¼çnuŽöxî 3 bÎ*sù $ygs)¯=sÛ Ÿxsù yy$uZã_ !$yJÍköŽn=tæ br& !$yèy_#uŽtItƒ bÎ) !$¨Zsß br& $yJŠÉ)ムyŠrßãn «!$# 3 y7ù=Ï?ur ߊrßãn «!$# $pkß]ÍhŠu;ム5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôètƒ ÇËÌÉÈ  

“kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.”

Maksudnya, apabila seorang suami menceraikan istrinya dengan talak tiga, maka perempuan itu tidak boleh dikawini lagisebelum perempuan tersebut menikah dengan laki-laki lain.




[1]  Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah 4. (Jakarta:  Cakrawala Publishing, 2012), Cet.3, hal. 2
[2] Amir Syarifuddin. Garis-Garis Besar Fiqh. (Bogor: Kencana, 2003), hal. 126
[3]. Anik Farida, dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan Dan Perceraian Di Berbagai Komunitas Dan Adat, (Jakarta Timur:Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2007), h. 79
[4] Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, edisi pertama, cetakan ketiga (Jakarta : Kencana, 2006), h. 207
[5] Anik Farida, dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan Dan Perceraian Di Berbagai Komunitas Dan Adat... h. 21-23
[6] Amir,Garis-Garis, .., hal. 126
[7] Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,... h. 209-211
[8] Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan,... h. 210-213
[9] Mohd. Idris Ramulyo. Hukum Perkawinan Islam. (Jakarta: BUMI AKSARA, 1999), Cet. 2, hal. 152 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar