Jumat, 10 Oktober 2014

fiqh tentang shalat



Dengan membaca bismillah, saya akan posting sebuah pengetahuan ,, ya mungkin udah g baru lagi buat temen-temen ,, tapi setidaknya hal ini bersifat lebih ilmiah artinya ada referensi terpercaya yang kami sadur ke dalam sebuah makalah,, udah di cek langsung oleh guru kita,, insyallah aman.
silahkan dibaca ,,,
A. Pengertian Shalat
Shalat secara bahasa berasal dari kata صلى- يصل- صلاةَ yang berarti  الدُّعَاءُ (do’a), tetapi yang dimaksud disini adalah ibadat yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, dan memenuhi syarat yang ditentukan.[1]
Secara bahasa, shalat itu bermakna do’a. Sedangkan menurut syariah shalat itu bermakna serangkaian ucapan dan gerakan yang tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sebagai sebuah ibadah ritual.( At-Taubah:103)[2]
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Adapun makna shalat menurut syariat adalah serangkaian ucapan dan gerakan yang tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Shalat dalam Islam merupakan tolak ukur atau barometer baik amal perbuatannya, yang akan mendapatkan keberuntungan. Sebaliknya,  jika shalat seseorang jelek maka ia termasuk dalam golongan orang yang jelek amal perbuatannya, ia tergolong orang yang merugi dan akan mendapatkan celaka di dunia dan juga di akhirat.


Shalat menurut terminologi (Syariat) ialah
أَقوالٌ و أَفعالٌ مُفْتَتَحَةٌ بِالتَّكْبِيرِ و مُخْتَتَمَةٌ بِالتَّسْلِيمِ مَعَ النِّية
“Adalah perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan yang dimulai dengan takbir (takbiratul ihram) dan diakhiri dengan salam disertai niat (tanpa lafazh)”.
Dinamakan demikian karena mengandung do’a dan orang yang melakukan shalat tidak terlepas dari do’a ibadah, pujian dan permintaan, itulah sebabnya dinamakan shalat. 
Definisi salat menurut ahli Fikih adalah perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan disudahi dengan salam, yang dengannya kita beribadat kepada Allah sesuai syarat-syarat yang telah ditentukan.
Dari definisi ini menunjuk bahwasanya lebih banyak menitikberatkan kepada bentuk, sifat, dan cara salat. Dalam artian hanya menyangkut gerak lahir (badan). Untuk salat ini, perkataan yang dilafazkan dapat didengar dan perbuatan yang dilakukan dapat dilihat oleh kita.
Definisi salat menurut ahli hakekat adalah menghadapkan jiwa kepada Allah, yang mana dapat melahirkan rasa takut kepada Allah SWT serta dapat membangkitkan kesadaran yang dalam terhadap kebesaran serta kesempurnaan kekuasaan-Nya.
Definisi salat menurut afali makrifat adalah menghadap kepada Allah dengan sepenuh jiwa dan sebenar-benarnya khusyuk dihadapan-Nya, serta ikhlas kepada-Nya dengan disertai hati dalam berzikir, berdoa, dan memuji.
B.     Dasar Hukum Wajib Shalat
Shalat diwajibkan dengan dalil yang qath’i dari al-qur’an, As-Sunnah, dan Ijma’  umat Islam sepanjang zaman. Tidak ada yang menolak kewajiban shalat kecuali orang-orang kafir.
1.         Dalil dari Al-qur’an
a.         Al-Bayyinah:5
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.

b.        An- nisa:103
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.

c.       Al-Baqarah:43
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'”.

2.         Dalil dari As-Sunnah
 وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا- ; أَنَّهَا سَأَلَتْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلمأَتُصَلِّي اَلْمَرْأَةُ فِي دِرْعٍ وَخِمَارٍ  بِغَيْرِ إِزَارٍ ؟ قَالَ : إِذَا كَانَ اَلدِّرْعُ سَابِغًا يُغَطِّي ظُهُورَ قَدَمَيْهَاأَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَ اَلْأَئِمَّةُ وَقْفَه
“Dari Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu bahwa dia bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam: Bolehkah seorang perempuan sholat dengan memakai baju panjang dan kerudung tanpa sarung؟ Beliau bersabda: Boleh apabila baju panjang itu lebar menutupi punggung atas kedua kakinya. Dikeluarkan oleh Abu Dawud. Para Imam Hadits menilainya mauquf”.[3]

وَعَنْ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ رضي الله عنه قَالَ : ( كُنَّا مَعَ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي لَيْلَةٍ مَظْلَمَةٍ  فَأَشْكَلَتْ عَلَيْنَا اَلْقِبْلَةُ  فَصَلَّيْنَا . فَلَمَّا طَلَعَتِ اَلشَّمْسُ إِذَا نَحْنُ صَلَّيْنَا إِلَى غَيْرِ اَلْقِبْلَةِ  فَنَزَلَتْ : (فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اَللَّهِ أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَهُ
“Amir Ibnu Rabi'ah Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam suatu malam yang gelap maka kami kesulitan menentukan arah kiblat lalu kami sholat. Ketika matahari terbit ternyata kami telah sholat ke arah yang bukan kiblat maka turunlah ayat (Kemana saja kamu menghadap maka disanalah wajah Allah)”. (Riwayat Tirmidzi).

وَعَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم  يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ لَا تَمْنَعُوا أَحَدًا طَافَ بِهَذَا اَلْبَيْتِ وَصَلَّى أَيَّةَ سَاعَةٍ شَاءَ مِنْ لَيْلٍ]أَ وْ نَهَارٍ رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَابْنُ حِبَّانَ
Dari Jubair Ibnu Muth'im bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Wahai Bani Abdu Manaf janganlah engkau melarang seseorang melakukan thawaf di Baitullah ini dan melakukan shalat pada waktu kapan saja baik malam maupun siang." (Riwayat Imam Lima dan shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Hibban)


3.         Dalil dari Ijma’
Bahwa seluruh umat Islam sejak zaman nabi SAW hingga hari ini telah bersepakat atas adanya kewajiban  shalat dalam agama Islam. Lima kali dalam sehari semalam.
Maka apabila mengingkari kewajiban shalat termasuk keyakinan yang menyimpang dari ajaran Islam, bahkan bisa divonis atau dikatakan kafir bila meninggalkan shalat dengan meyakini tidak adanya kewajiban shalat.[4]

C.       Syarat-syarat dan Rukun Shalat
1.         Syarat-syarat Shalat
a.         Syarat wajib Shalat
1)        Islam
Orang yang bukan Islam tidak diwajibkan shalat, berarti ia tidak dituntut untuk mengerjakannya di dunia hingga ia masuk Islam, karena meskipun dikerjakannya, tetap tidak sah, kecuali ia masuk Islam.
2)        Suci dari haid dan nifas
Sabda Rasullah SAW
وَعَنْ عَائِشَةَ عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ :  لَا يَقْبَلُ اَللَّهُ صَلَاةَ حَائِضٍ إِلَّا بِخِمَارٍ رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا النَّسَائِيُّ  وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ
“Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Allah tidak akan menerima sholat seorang perempuan yang telah haid (telah baligh kecuali dengan memakai kudung”. (Riwayat Imam Lima kecuali Nasa'i dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah.
           
3)         Berakal
Orang yang tidak berakal tidak diwajibkan shalat
4)         Baligh (dewasa)
Tanda-tanda baligh diantaranya:
a)      Cukup umur lima belas tahun
b)      Keluar mani
c)      Mimpi bersetubuh
d)     Mulai keluar haid bagi perempuan
5)        Telah sampai dakwah (perintah Rasulullah Saw kepadanya).
Orang yang belum menerima perintah tidak dituntut dengan hukum.
6)        Melihat atau mendengar
Melihat atau mendengar menjadi syarat wajib mengerjakan shalat walaupun pada suatu waktu untuk kesempatan mempelajari hukum-hukum syara’.[5]

b.        Syarat-syarat sah sebelum  shalat
1)        Suci dari hadas besar dan hadas kecil.
Hadast besar adalah haid, nifas dan janabah. Dan untuk mengangkat atau menghilangkan hadats besar harus dengan mandi janabah. Sedangakan hadats kecil adalah kondisi dimana seseorang tidak punya wudu’ atau batal dari wudu’ nya dan untuk mengangkat hadats kecil ini bisa dilakukan dengan wudu’ atau dengan tayamum.
Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 6
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”.

2)        Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis
Salah satu diantara keistimewaan yang Allah berikan kepada kaum muslimin adalah Allah menjadikan bumi suci bagi kaum muslimin untuk bersujud. Maksudnya, kita diperkenankan untuk mendirikan shalat dimanapun kita berada. Meskipun demikian, mengingat betapa penting dan tinggi niat shalat, hendaklah kita memilih tempat yang paling baik, paling layak dan tempat yang paling sesiuai untuk mendirikan shalat.
                                                       
“Dan pakaianmu bersihkanlah”.

Ibnu Sirin mengatakan bahwa makna ayat ini adalah perintah untuk mencuci pakaian dengan air.

3)        Menutup aurat
Tidak sah seseorang melakukan shalat bila auratnya terbuka, meskipun dia shalat sendiri jauh dari penglihatan orang lain atau shalat di tempat yang gelap.
Firman Allah dalam Surat Al-‘Araf ayat 31
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.
           
Aurat ditutup dengan sesuatu yang dapat menghalangi warna kulit. Aurat laki-laki antara pusat sampai lutut, aurat perempuan seluruh badannya kecuali muka dan kedua telapak tangan.
4)        Mengetahui masuknya waktu shalat.
Bila seseorang melakukan shalat tanpa karna tau atau waktunya sudah masuk atau belum, maka shalatnya itu tidak memenuhi syarat. Sebab mengetahui dengan pasti bahwa waktu shalat sudah masuk adalah bagian dari syarat sah shalat.
Firman Allah dalam Surat An-Nisa’ ayat 103
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.

5)        Menghadap kiblat
Tidak sah sebuah ibadah shalat manakala tidak dilakukan dengan menghadap ke kiblat. Dalilnya adalah Firman Allah surat Al-Baqarah ayat 150
“Dan dari mana saja kamu (keluar), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk”.


2.         Rukun Shalat
a.         Niat
Arti niat ada dua:
1)         Asal makna niat adalah” menyengaja” suatu perbuatan. Dengan adanya kesengajaan ini, perbuatan dinamakan ikhtijari (kemauan sendiri, bukan dipaksa).
2)         Niat pada syara’ (yang menjadi rukun shalat dan ibadat yang lain), yaitu menyengaja suatu perbuatan karena mengikuti perintah allah supaya diridhainya.
Lafadz Niat shalat subuh
اُصَلِّيْ فَرْضَ الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى 
“Aku berniat melakukan shalat fardu subuh 2 rakaat, sambil menghadap qiblat, karena Allah”.
Lafadz Niat Shalat Dzuhur
اُصَلِّيْ فَرْضَ الظُّهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى
“Aku berniat melakukan shalat fardu dzuhur 4 rakaat, sambil menghadap qiblat, karena Allah ta'ala”.

Lafadz Niat Shalat Ashar


اُصَلِّيْ فَرْضَ اْلَعَصْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى 
“Aku berniat melakukan shalat fardu ashar 4 rakaat, sambil menghadap qiblat, karena Allah ta'ala”.
Lafadz Niat Shalat Maghrib
اُصَلِّيْ فَرْضَ اْلْمَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى
“Aku berniat melakukan shalat fardu maghrib 3 rakaat, sambil menghadap qiblat, karena Allah ta'ala”.

Lafadz Niat Shalat Isya

اُصَلِّيْ فَرْضَ الْعِشَاءِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى
“Aku berniat melakukan shalat fardu maghrib 3 rakaat, sambil menghadap qiblat, karena Allah ta'ala”.

b.        Berdiri bagi orang yang mampu
Orang yang tidak mampu berdiri, boleh shalat sambil duduk, kalau tidak mampu duduk boleh shalat sambil berbaring, kalau tidak mampu berbaring boleh shalat sambil menelentang, kalau tidak kuasa juga demikian, shalatlah sekuasanya, sekalipun dengan isyarat. Yang terpenting shalat tidak boleh ditinggalkan selama imam masih ada.
Terdapat dalam firman allah surat Al-Baqarah ayat 238
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'”.

c.         Takbiratul ihram
Ketika takbiratul ihram, kita mengucap Allahu Akbar.
d.        Membaca surat al-fatihah



1.      “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
2.      Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
3.      Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4.      Yang menguasai di Hari Pembalasan.
5.      Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
6.      Tunjukilah kami jalan yang lurus,
7.      (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.

e.         Rukuk serta tuma’ninah (diam sebentar)
Ruku’ adalah gerakan membungkukkan badan dan kepala dengan kedua tangan diluruskan ke lutut kaki. Dengan tidak mengangkat kepala tapi juga tidak menekuknya. Juga dengan meluruskan punggungnya, sehingga bila ada air di punggungnya tidak bergerak karena kelurusan punggungnya. Perintah untuk melakukan rukuk adalah firman allah surat Al-Hajj ayat 77
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”.


Bacaan Ruku’
“Mahasuci Allah Maha Agung serta memujilah aku kepada-Nya”.

f.         ‘itidal serta tuma’ninah
‘itidal adalah gerakan bangun dari ruku’ dengan berdiri tegap dan merupakan rukun shalat yang harus dikerjakan menurut jumhur ulama.
Kecuali pendapat Hanafiyah yang agak tidak kompak sesama mereka sebahagian dari mereka mengatakan bahwa i’tidal tidak termasuk rukun shalat, melainkan hanya kewajiban saja

Bacaan I'Tidal

“Allah mendengar orang yang memuji-Nya”.
g.      Sujud dua kali serta tuma’ninah
Secara syari’ yang dimaksudkan dengan sujud menurut jumhur ulama adalah meletakkan 7 anggota badan ke tanah, yaitu wajah, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan ujung kedua telapak kaki.
Bacaan Sujud


“Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi, dan memujilah aku kepada-Nya”.

h.        Duduk diantara dua sujud serta tuma’ninah
Duduk diantara dua sujud adalah rukun menurut jumhur ulama dan hanya merupakan kewajiban menurut Al-Hanafiyyah. Posisi duduknya adalah duduk iftisary, yaitu dengan duduk melipat kaki kebelakang dan bertumpu pada kaki kiri.
Maksudnya kaki kiri yang dilipat itu diduduki, sedangkan kaki yang kanan dilipat tidak diduduki namun jari-jarinya ditekuk sehingga menghadap ke kiblat posisi kedua tangan diletakkan pada kedua paha dekat dengan lutut dengan menjulurkan jari-jarinya.

Bacaan Duduk Antara 2 Sujud

“ Ya Allah, ampunilah dosaku, belas kasihanilah aku dan cukupkanlah segala kekurangan dan angkatlah derajat kami dan berilah rizqi kepadaku, dan berilah aku petunjuk dan berilah kesehatan kepadaku dan berilah ampunan kepadaku. “


i.          Duduk akhir
  Untuk tasyahud akhir, shalawat atas nabi Saw, dan atas keluarga beliau, keterangan yaitu amal Rasullah Saw (beliau selalu duduk ketika membaca tasyahud dan salawat).
j.          Membaca tasyahud akhir
Bacaan Tahiyat:


“Ya Allah, ampunilah dosaku, belas kasihanilah aku dan cukupkanlah segala kekurangan dan angkatlah derajat kami dan berilah rizqi kepadaku, dan berilah aku petunjuk dan berilah kesehatan kepadaku dan berilah ampunan kepadaku“.


Tahiyat akhir seperti bacaan di atas dan disambung dengan bacaan berikut:
“Segala kehormatan, keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan bagi Allah, salam, rahmat, dan berkahNya kupanjatkan kepadamu wahai Nabi (Muhammad). Salam keselamatan semoga tetap untuk kami seluruh hamba yang shaleh-shaleh. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Ya Allah! Limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad. “ Sebagimana pernah Engkau beri rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan limpahilah berkah atas Nabi Muhammad beserta para keluarganya. Sebagaimana Engkau memberi berkah kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. “ Diseluruh alam semesta Engkaulah yang terpuji, dan Maha Mulia”.
k.       Membaca shalawat atas nabi Saw
 l.          Memberi salam yang pertama (ke kanan)
m.      Menertibkan rukun.[6]
Artinya meletakkan tiap-tiap rukun pada tempatnya masing-masing menurut susunan yang telah disebutkan di atas.



[1] H.Sulaiman Rasyid,fiqh islam,(Bandung:Sinar Baru algensindo,2012), hlm53
[2] Syaikh Dr Shalih Bin Fauzan, Fiqih Shalat,(Yogyakarta:Perpustakaan Nasional,2011),hlm1
[3] Hasan Ayub, Fikih Ibadah,(Jakarta:Cakra Lintas Media,2019),hlm 86
[4] Syaikh Dr Shalih Bin Fauzan, Fiqih Shalat,(Yogyakarta:Perpustakaan Nasional,2011),hlm 8-9
[5] H.Sulaiman Rasyid,fiqh islam,(Bandung:Sinar Baru algensindo,2012), hlm64-66
[6] H.Sulaiman Rasyid,fiqh islam,(Bandung:Sinar Baru algensindo,2012), hlm75-87

Tidak ada komentar:

Posting Komentar