Jumat, 28 November 2014

makalah uang dalam perspektif islam

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Uang saat ini bukanlah kata asing yang jarang kita dengar. Uang sering bahkan sudah menjadi suatu benda yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap orang. Uang sangat diperlukan dalam kegiatan ekonomi, baik dalam sektor produksi, distribusi apalagi untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
Sebelum diperkenalkan uang seperti yang kita ketahui saat sekarang ini, manusia telah melakukan transaksi ekonomi dengan cara barter, dimana pertukaran antara barang dengan barang dijadikan sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan satu dengan yang lainnya. Pada masa Nabi Muhammad Saw pun uang dikenal dalam bentuk emas cetakan yang disebut Dinar, dan Perak Cetakan yang disebut Dirham.
Namun, sekarang ini yang terjadi di Indonesia adalah pencetakan Uang Kertas sebagai bentuk uang yang sah digunakan dalam bertransaksi ekonomi menjadi hal yang tabu dan perlu dikaji apakah uang dala jenis ini sesuai dengan apa yang disyariatkan Islam. Bagaimana kakikat fungsi uang itu dalam islam ? dan bagaimana perbandingannya dengan praktek konvensional yang telah berlangsung saat sekarang ini ?
Untuk itu, penulis tertarik untuk membahas uang ini dalam dua sisi, yaitu dalam sisi pandang islam dan sisi konvensional, sehingga dapat memberikan perbandingan dan kesimpulan yang positif bagi penulis.



B.     Idntifikasi Masalah
Adapun masalah yang penulis identifikasi dari tema yang penulis kemukakan adalah :
1.      Konsep uang dalam ekonomi konvensional dan ekonomi Islam
2.      Fungsi uang dalam ekonomi
3.      Teori permintaan dan penawaran uang dalam ekonomi islam dan konvensional
4.      Pemikiran ekonom muslim berkaitan dengan konsep dan fungsi uang dala ekonomi
5.      Konsep nilai uang dan nilai waktu dalam ekonomi

C.    Batasan Masalah
Berdasarkan identifiksi masalah diatas, pembahasan ini penulis membatasinya kepada pemahaman yang baik dan mendalam berkaitan dengan permasalahan uang dalam perspektif Islam dan perspektif konvensional.

D.    Rumusan Masalah
Penulis merumuskan masalah yang berkaitan dengan tema yang penulis angkat diantaranya :\
1.      Bagaimana konsep uang dalam perspektif Islam dan Konvensional ?
2.      Apa fungsi uang dalam ekonomi konvensional dan ekonomi Islam ?
3.      Bagaimana teori permintaan dan penawaran uang dalam ekonomi Islam dan Konvensional ?
4.      Bagaimana pemikiran ekonom islam terhadap konsep dan fungsi uang dalam ekonomi ?
5.      Apa yang dimaksud nilai waktu dan nilai uang dalam ekonomi ?

E.     Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk menjadi penambah wawasan ilmu pengetahuan bagi pembaca umumnya dan penulis khususnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Uang dan Sejarah Uang
Secara etimologi, uang berasal dari kata nuqud atau Al-Naqdu yang salah satu maknanya yaitu “tunai, lawan tunda, memberikan bayaran harga”. Dalam hadist Jabir : “Naqadani al- Tsaman[1], yakni ia membayarku harga tunai.
Kata nuqud tidak terdapat dalam Al-Quran maupun hadist Nabi Saw. Karena pada umumnya bangsa Arab tidak menggunakan kata nuqud  untuk menunjukkan harga. Mereka menggunakan kata dinar dan dirham [2]. Dinar berasal dari bahasa Romawi, Denarius yaitu nama untuk emas cetakan. Sedangkan dirham berasal dari bahasa Yunani, Drachma, yaitu nama untuk perak cetakan. Selain dinar dan dirham, juga terdapat kata fulus  yang berarti uang teambaga.
Dalam Alquran, penggunaan kata dinar dan dirham terdapat dalam surat Ali Imran ayat 75 dan surat Yusuf ayat 20.
* ô`ÏBur È@÷dr& É=»tGÅ3ø9$# ô`tB bÎ) çm÷ZtBù's? 9$sÜZÉ)Î/ ÿ¾ÍnÏjŠxsムy7øs9Î) Oßg÷YÏBur ô`¨B bÎ) çm÷ZtBù's? 9$oYƒÏÎ/ žw ÿ¾ÍnÏjŠxsムy7øs9Î) žwÎ) $tB |MøBߊ Ïmøn=tã $VJͬ!$s% 3 y7Ï9ºsŒ óOßg¯Rr'Î/ (#qä9$s% }§øŠs9 $uZøŠn=tã Îû z`¿ÍhŠÏiBW{$# ×@Î6y šcqä9qà)tƒur n?tã «!$# z>És3ø9$# öNèdur šcqßJn=ôètƒ ÇÐÎÈ



Artinya :
            “Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya.”(QS. Ali Imran:75)

çn÷ruŽŸ°ur ¤ÆyJsVÎ/ <§øƒr2 zNÏdºuyŠ ;oyŠrß÷ètB (#qçR%Ÿ2ur ÏmŠÏù z`ÏB šúïÏÏdº¨9$# ÇËÉÈ
Artinya :
 “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu bebrapa dirham saja, dan mereka meras tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.

            Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Karena jenis kebutuhannya masih sederhana, mereka belum membutuhkan orang lain. Periode ini disebut dengan periode prabarter, yang pada saat itu manusia belum mengenal transaksi perdagangan atau kegiatan jual beli.[3]
            Seiring perkembangan zaman, jumlah manusia semakin bertambah, kegiatan interakasi antar sesama mausia pun meningkat tajam. Jumlah dan jenis  kebutuhan manusia pun semakin beragam. Satu sama lain mulai membutuhkan, sehingga mereka mulai mempergunakan berbagai cara dan alat untuk melangsungkan pertukaran barang dalam rangka memenuhi kebutuhannya, yang disebut dengan zaman Barter.
 Islam mengenal berbagai jenis uang di antaranya :[4]
  1. Dinar dan Ain : mata uang terbuat dari emas cetakan
  2. Dirham dan Wariq : mata uang yang terbuat dari perak cetakan
  3. Dirham Magsyusah : mata uang terbuat dari campuran perak dan metal lain
  4. Fulus : mata uang terbuat dari tembaga

Sejarah uang dilihat dari horizon waktu meliputi :[5]
1.      Uang Barang (Commodity Money)
Uang barang adalah alat tukar yang memiliki nilai komoditas atau biasa di perjualbelikan  apabila barang tersebut digunakan bukan sebagai uang. Namun tidak semua barang  menjadi uang, di perlukaan tiga kondisi utama, adapun syarat barang yang dapat dijadikan uang antara lain:
a.       Kelangkaan (scarcity) yaitu persediaan barang harus terbatas
b.      Daya tahan (durabity), barang tersebut harus tahan lama
c.       Nilai tinggi yaitu barang yang dijadikan uang harus bernilai tinggi, sehingga tidak memerlukan jumlah yang banyak dalam melakukan transaksi. [6]

2.      Uang Tanda / Kertas (Token Money)[7]
Ketika uang logam masih di gunakan sebagai uang resmi di dunia, ada beberapa pihak melihat peluang meraih keberuntungan dari kepemilikan mereka atas emas dan perak. Pihak yang dimaksud adalah bank, orang yang meminjam uang dan pandai emas atau (goldsmith)  atau toko perhiasan.Bank mengeluarkan surat atau uang kertas dengan nilai yang besar dari emas dan perak yang dimilikinya. Karena kertas ini di dukung oleh kepemilikan atas emas dan perak, masyarakat umum menerima uang kertas ini sebagai alat tukar.
Keuntungan penggunaan uang kertas diantaramya biaya pembuatan rendah, pengiriman mudah, dapat di pecah dalam jumlah berapa pun. Sedangkan kekurangan uang kertas yaitu cukup memberatkan jika dibawa dalam jumlah banyak dan sangat mudah rusak.


3.      Uang Giral
Uang giral adalah uang yang dikeluarkan oleh bank komersial melalui pengeluaran cek dan alat pembayaran giro lainnya. Uang giral merupakan simpanan nasabah di bank yang dapat di ambil setiap saat dan dapat di pindahkan kepada orang lain untuk melakukan pembayaran.
Kelebihan uang giral sebagai alat pembayaran:
a)      Kalau hilang dapat di lacak kembali sehingga tidak bisa diuangkan oleh yang tidak berhak.
b)      Dapat di pindah tangankan dengan cepat dan ongkos yang rendah.
c)      Tidak diperlukan uang kembali sebab cek dapat di tulis sesuai dengan nilai transaksi.
Namun di balik kelebihannya tersimpan bahaya besar, kemudahan perbankan menciptakan uang giral di tambah dengan instrumen bunga bank membuka peluang terjadinya uang beredar yang lebih besar dari pada transaksi riilnya. Ini yang kemudian menjadi pertemuan ekonomi yang semu atau (bublle economy).[8]

B.     Fungsi Uang dalam Ekonomi Islam dan Konvensional
1.      Fungsi Uang dalam Ekonomi Islam
Fungsinya adalah sebagai alat pertukaran. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ibn Taimiyah bahwa fungsi uang adalah sebagai alat pengukur nilai dan alat tukar. Secara esensial uang adalah untuk mengukur nilai sebuah benda atau dibayarkan sebagai alat tukar sejumlah benda yang ada.[9]
Ibn Taimiyah menentang perdagangan uang, karena ini berarti mengalihkan fungsi uang dari tujuan yang sebenarnya. Jika uang dapat ditukar dengan uang, pertukaran tersebut mesti dilakukan sepenuhnya simultan (taqabud) dan tidak ada penundaan (tahallu). Melalui cara ini seseorang mampu menggunakan uang untuk memenuhi keperluannya.

2.      Fungsi Uang dalam Ekonomi Konvensional[10]
a.       Sebagai Alat Tukar
Merupakan fungsi utama karena memang pada dasarnya penggunaan uang adalah untuk mempermudah pertukaran khususnya bagi pembeli, sebagai alat tukar bentuk uang haruslah ringan, mudah dibawa, dan relatif aman.
b.      Sebagai Penyimpan Nilai
Merupakan nilai yang memiliki daya beli yang sama pada jangka waktu tertentu, selama harga-harga belum naik. Artinya nilai uang tidak kadarluarsa sebagai layaknya barang yang diperdagangkan. Maka uang identik disebut sebagai komoditas.
c.       Sebagai Satuan Hitung
Fungsi uang sebagai satuan hitung pada zaman ini hampir sudah merupakan keharusan. Segala pekerjaan dan hasil penilaian ditentukan dalam satuan uang, meskipun secara fisik benda yang dinilai tidak tampak, seperti jasa. dengan adanya uang akan merasa puas bila mengetahui harga dan jasa yang diberikan sesuai dengan keinginannya.

C.    Teori Permintaan & Penawaran Uang dalam Pendekatan Ekonomi Islam dan Perbandingannya dengan Ekonomi Konvensional
Ada dua alasan utama memegang uang dalam Islam, yaitu motivasi transaksi dan berjaga-jaga. Permintaan uang dalam ekonomi Islam berhubungan dengan tingkat pendapatan. Keperluan uang tunai yang di pegang dalam jangka waktu penerimaan pendapatan dan pembayarannya. Besarnya persediaan uang tunai akan berhubungan dengan tingkat pendapatan dan frekuensi pengeluaran. Jika seseorang menerima pendapatan dalam bentuk uang tunai dan dalam waktu bersamaan dikeluarkan juga secara tunai, maka tidak perlu memegang uang untuk tujuan transaksi. [11]
Motivasi berjaga-jaga muncul karena individu dan perusahaan menganggap perlu memegang uang tunai diluar apa yang diperlukan untuk transaksi, guna memenuhi kewajiban dan berbagai kesempatan yang tidak di sangka untuk pembelian di muka. Namun bagi seorang muslim memegang uang tunai untuk motivasi berjaga jaga amat terbatas. Jumlah uang tunai yang diperlukan dalam ekonomi islam hanya berdasarkan motivasi untuk transaksi dan berjaga-jaga, merupakan fungsi dari tingkat pendapatan, pada tingkat tertentu di atas yang telah di tentukan zakat atas aset yang kurang produktif.[12]
Menurut Metwally, meningkatkan pendapatan akan meningkatkan permintaan uang oleh masyarakat, untuk tingkat pendapatan tertentu yang terkenal zakat. Secara matematis dirumuskan secara berikut:

MD= f (Y/µ)
{MD/Y} d µ= 0>0
Dimana :
MD : Permintaan Uang dalam Masyarakat             
Y     : Pendapatan
µ      : Tingkat Biaya karena Menyimpan Uang dalam Bentuk Kas

Teori permintaan dan penawaran uang dalam konvensional diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok, yaitu:[13]
1.      Teori permintaan uang sebelum Keynez (Teori Permintaan Klasik)
Teori permintaan uang sebelum keynes sering juga disebut sebagai teori  permintaan uang klasik. Teori permintaan uang ini dikatakan klasik karena landasan pemikiran mengenai perekonomian dalam teori tersebut menggunakan asumsi klasik, yaitu perekonomian selalu berada dalam keadaan seimbang. Beberapa teori permintaan uang sebelum Keynes, seperti teori permintaan menurut Irving Fisher dan teori menurut Cambridge.

2.      Teori Uang menurut Cambridge
Kaum Cambridge berbeda pandangan dengan Fisher karena menganggap uang adalah sebagai penyimpanan kekayaan (Store of Wealth) dan bukan sebagai alat pertukaran. Kaum ekonomi Cambridge, seperti Marshal dan Pigou, menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi seseorang untuk memegang uang tunai (Cash Balances) yang menurut kedua ekonom tersebut ditentukan oleh tingkat bunga, jumlah kekayaan yang dimiliki, harapan mengenai tingkat bunga di masa yang akan datang, dan tingkat harga. Namun dalam jangka pendek faktor faktor tesebut bersifat tetap (konstan) atau berubah secara proposional terhadap pendapatan. Jadi, Cambridge menyatakan bahwa keinginan seseorang untuk memegang uang tunai secara nominal adalah proposional terhadap pendapatan nominal seseorang. Atau secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
Md = KY

Dalam hal ini Md adalah jumlah tunai yang dipegang oleh masyarakat. K adalah konstanta yang menunjukkan persentase jumlah uang tunai yang di pegang terhadap pendapatan dan Y adalah pendapatan.

3.      Teori Permintaan Uang menurut Keynes
a)      Money Demand for Transaction (Permintaan Uang untuk Tansaksi).
b)      Money Demand for Pracautionary (Permintaan Uang untuk Tujuan Berjaga-jaga).
c)      Money Demand for Speculation (Permintaan Uang untuk Tujuan Spekulasi).

4.      Teori Permintaan Uang setelah Keynes (Post Keynes).
Teori permintaan uang sebagaimana dikemukakan oleh Keynes dianggap tidak memuaskan, sehingga ada beberapa ekonom yang menyempurnakan teori permintaan uang. Boumol dalam teorinya inventory approach menyampurnakan teori permintaan untuk tujuan transaksi, dan Tobin dengan portofolio analisis menyempurnakan  teori permintaan uang untuk tujuan spekulasi.
a)      Teori Permintaan Uang untuk Tujuan Transaksi menurut Boumol
Boumal menyatakan bahwa adanya lembaga keuangan yang memberikan bunga menyebabkan orang yang memegang uang tunai akan menderita kerugian yang disebut apportunity cost. Semakin tinggi tinggi tinggkat bunga yang terjadi di masyarakat, maka semakin besar pula biaya yang ditanggung seseorang yang memegang uang tunai.
b)      Teori Permintaan Uang untuk tujuan Spekulasi menurut Tobin
Menurut Tobin, pada kenyataan setiap orang menghadapi ketidakpastian. Seseorang yang memegang surat berharga mengharapkan akan memperoleh pendapatan (e):
            E = i + g
dimana:
i = Bunga
g = Keuntungan Modal [14]

D.    Pendapat Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah tentang Uang
1.      Imam Al-Ghazali pernah berkata :
“Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah di antara seluruh harta sehingga harta bisa di ukur dengan keduanya. Dikatakan, unta ini menyamai 100 dinar, sekian ukuran minyak za’faran ini menyamai 100. Keduanya kira-kira sama dengan satu ukuran maka keduanya bernilai sama.[15]

Dia juga berkata:
“Kemudian di sebabkan jual beli muncul kebutuhan terhadap dua mata uang. Seseorang yang ingin membeli makanan dan baju, darimana dia mengetahui ukuran makanan dari nilai baju tersebut. Berapa ? jual beli terjadi pada jenis barang yang berbeda-beda seperti dijual baju dengan makanan dan hewan dangan baju. Barang-barang ini tidak sama, maka di perlukan “hakim yang adil” sebagai penengah antara kedua orang yang inggin bertransaksi dan berbuat adil satu dengan yang lain. Keadilan ini di tuntut dari jenis harta. Kemudian diperlukan jenis harta yang bertahan lama karena kebutuhn yang terusmenerus. Jenis harta yang palig bertahan lama adalah barang tambang. Maka buatlah uang dari emes,perak, dan logam.[16]

 Beliau mengisyaratkan uang sebagai unit hitungan yang digunakan utuk mengukur nilai harga komoditas dan jasa. Juga sebagai penengah yang membantu proses pertukaran komoditas jasa. Demikian juga beliau mengisyaratkan uang sebagai alat simpanan karna itu dibuat dari jenis harta yang bertahan lama karena kebutuhan yang berkelanjutan sehingga betu-betul bersifat cair dan bisa digunakan pada waktu yang dikehendaki.

2.      Pendapat Ibn Taimiyah
Ulama islam Ibn Tamiyah yang hidup di zaman pemerintahan raja Mamluk, telah mengalami situasi dimana beredar banyak jenis mata uang dengan nilai kandungan logam mulia yang berlainan satu sama lain. Ketika itu beredar tiga jenis mata uang dinar (uang), dirham (perak), dan fulus (tembaga). Peredaran dinar sangat terbatas, peredaran dirham berfluktuasi kadang malah menghilang, sedangkan yang beredar luas adalah fulus, fenomena inilah yang dirumuskan oleh Ibn Tamiyah bahwa uang dalam kualitas rendah (fulus) akan menendang keluar uang kualitas baik (Dinar dan Dirham).
Fulus digunakan secara luas, dirham hilang dari peredaran dan inflansi membumbung. Bila awal pemerintahan Bani Mamluk satu dirham mengandung dua pertiga perak dan sepertiga tembaga, maka di zaman pemerintahan Natsir Sati dirham mengandung sepertiga tembaga dan sepertiga perak. Di antara pemikiran ekonominya tentang uang yaitu :
a)      Karakteristik dan Fungsi Uang
Secara khusus Ibnu Taimiyah menyebutkan dua utama fungsi uang yaitu sebagai pengukur nilai dan media pertukaran bagi sejumlah barang yang berbeda. Ia menyatakan :
“Atsman” (harga atau yang dibayarkan sebagai harga, yaitu uang) dimaksudkan sebagai pengukur nilai barang-barang (mi’yar al-amwal) yang dengannya jumlah nilai barang-barang (maqadir al-amwal) dapat diketahui; dan uang tidak pernah dimaksudkan untuk diri mereka sendiri.”

b)      Penurunan Nilai Mata Uang
Ibnu Taimiyah menentang keras terjadinya penurunan nilai mata uang dan percetakan mata uang yang sangat banyak. Ia menyatakan,
Penguasa seharusnya mencetak fulus (mata uang selain dari emas dan perak) sesuai dengan nilai yang adil (proporsional) atas transaksi masyarakat, tanpa menimbulkan kezaliman terhadap mereka.

c)      Mata Uang yang Buruk akan Menyingkirkan Mata Uang yang Baik
Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa uang yang berkualitas buruk akan menyingkirkan mata uang yang berkualitas baik dari peredaran. Ia menggambarkan hal ini sebagai berikut:
“Apabila penguasa membatalkan pengggunaan mata uang tertentu dan mencetak jenis mata uang yang lain bagi masyarakat, hal ini akan merugikan orang-orang kaya yang memiliki uang karena jatuhnya nilai uang lama menjadi hanya sebuah barang. Ia berarti telah melakukan kezaliman karena menghilangkan nilai tinggi yang semula mereka miliki. Lebih daripada itu, apabila nilai instrinsik mata uang tersebut berbeda, hal ini akan menjadi sebuah sumber keuntungan bagi para penjahat untuk mengumpulkan mata uang yang buruk dan menukarnya dengan mata uang yang baik dan kemudian mereka akan membawanya ke daerah lain dan menukarkannya dengan mata uang yang buruk di daerah tersebut untuk dibawa lagi ke daerahnya. Dengan demikian, nilai barang-barang masyarakat akan menjadi hancur.

Secara garis besar Ibn Taimiyah menyampaikan lima poin penting yaitu :
1.      Perdagangan uang akan memicu inflansi.
2.      Hilangnya kepercayaan orang akan stabilitas nilai uang akan mencegah orang melakukan kontrak jangka panjang dan menzalimi golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap sebagai pegawai.
3.      Perdagangan domestik  akan menurun karena kekhawatiran stabilitas nilai uang.
4.      Perdagangan internasional akan menurun.
5.      Logam berharga akan mengalir keluar dari negara.[17]

E.     Time Value of Money and Economic Value of Time
1.      Time Value of Money
Dalam islam tidak dikenal time value of money, yang dikenal adalah ekonomic value of time. Konsep ini menyebutkan bahwa nilai komoditi pada saat ini lebih tinggi dibanding nilainya dimasa depan. [18]
Jadi, fiture value dari uang dianalogikan dengan jumlah populasi tahun ke-t, presen value dari uang dianalogikan dengan jumlah populasi tahun ke-0, sedangkan tingkat suku bunga dianalogikn dengan tingkat pertumbuhan populasi. Jelas hal ini keliru besar, karena uang bukanlah makhluk hidup yang bisa berkembang biak dengan sendirinya.[19]

2.      Economic Value of Time[20]
Teori ini berkembang pada abad ke-7 Masehi. Pada saat digunakannya emas dan perak sebagai alat tukar. Dalam pandangan islam mengenai waktu, waktu bagi semua orang adalah sama kuantitasnya. Nilai waktu antara satu orang dengan orang lainnya akan berbeda dari segi kualitasnya. Dalam Alquran Surat Al-Ashr Allah Jelaskan :
ÎŽóÇyèø9$#ur ÇÊÈ ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 AŽô£äz ÇËÈ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ
Artinya :
                 Demi masa.Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”

Jadi faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu tersebut. Semakin efektif (tepat guna) dan semakin efisien (tepat cara), maka akan semakin tinggi nilai waktunya sehingga memperoleh keuntungan di dunia.[21]
Contohnya dalam menghitung nisbah bagi hasil di bank syariah. Dalam proses penetuan nasabah ini, return on capital harus diperhitungkan. Return on capital ini tidak sama dengan return on money. Return on capital tergantung kepada jenis bisnisnya dan berkaitan dengan sektor rill. Sedangkan return on money berkaitan dengan interest rate. Penemuan nisbah bagi hasil harus di lakukan di awal, dan untuk itu di gunakan projected return. Jika kemudian ternyata aktual return dari bisnis yang di biayai tidak sama dengan angka proyeksinya, maka yang di gunakan adalah angka aktual, bukan angka proyeksi.  Hal ini menunjukan bahwa islam tidak mengenal time value of money. Time mempunyai economic value jika dan hanya jika waktu tersebut dimanfaatkan dengan menambah faktor produksi yang lain, sehingga menjadi capital dan dapat memperoleh return.[22]










[1] Muslim, (22) Kitab al-Musaqat, (21) Bab “al-ba’ir wa ististnau rukubihi, No.109 (715)
[2] Dr. Ahmad Hasan, Mata Uang Islami, (Jakarta, PT. Grafindo, 2005), h.45
[3] Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, (Jakarta:Prenada Media,2008) h. 75
                                             
[4]  Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta: Raja Grafindo,2007), h. 83
[5] Ibid
[6]Ibid, hal 84-85
[7] Ibid,
[8] Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis dan Praktis, (Jakarta : Prenada Media)h. 76-78
[9] Dr. Said Sa’ad Marthon, Ekonomi Islam, (Jakarta, Zikrul Hakim 1405 H) h. 131
[10] Dr. Ahmad Hasan, Mata Uang Islami, (Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2005) h. 12
[11] Nurul Huda,  Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, (Jakarta, Prenada Media Group,2008) h 95
[12] Ibid, h. 96
[13] Ibid, h.81-84
[14] Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional, (Yogyakarta:Graha Ilmu, 2005),h.189-196.
[15] Dr. Ahmad Hasan, Mata Uang Islami, (Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2005) h.5

[16] Ibid, hal.6
[17] Eko Supryatyitno, ibid, hal.204
[18] Drs. Muhammad, Dasar-Dasar Keuangan Islami, (Yogyakarta: Ekonisia,2004) hal. 92
[19] Adiwarman Karim, hal. 89
[20] Muhammad, Ibid, 98
[21] Drs. Muhammad, Ibid, h. 100
[22] Adiwarman A Karim, op,cit, h.87-88

Tidak ada komentar:

Posting Komentar