teman teman yang pada kesulitan dengan tugas makalah nya,, ini ada saya bagi sedikit ilmu dimana makalh ini sudah lulus kriteria dari kesalahan ,,selamat membaca
A.
DEFENISI CERAI TALAK, CERAI GUGAT DAN DASAR HUKUMNYA.
1.
Pengertian Cerai Talak
Akar kata dari Thalaq adalah al-ithlaq, artinya
melepaskan atau meninggalkan. Anda berkata, أ طلقتُ ا لأ سير artinya aku telah
melepaskan dan membebaskan tawanan, jika memang anda melepaskan dan
membebaskannya. Dalam syariat Islam, talak artinya melepaskan ikatan pernikahan
atau mengakhirinya.[1]
Al-mahalli
dalam kitabnya syarh minhaj al-thalibin merumuskan:
حل قيد ا لنكا ح بلفظ طلا ق و نحو ه
“Melepaskan hubungan pernikahan dengan menggunakan lafaz talak dan
sejenisnya”.[2]
Menurut Drs. Shodiq S.E memberikan
pengertian tentang talak adalah melepaskan ikatan, yaitu melepaskan ikatan
perkawinan dengan mengucapkan secara sukarela ucapan talak kepada istrinya,
dengan kata-kata yang jelas ataupun dengan kata-kata sindiran.[3]
Sayyiq Sabiq
mendefinikan talak dengan sebuah upaya utuk melepaskan ikatan perkawinan dan
selanjutnya mengakhiri hubungan perkawinan iu sendiri. Sementara itu didalam
kitab Kifayat al-Akhyar yang
menjelaskan talak sebagai sebuah nama untuk melepaskan ikatan nikah dan talak
adalah lafaz jahiliyah yang setelah Islam datang menetapkan lafaz itu sebagai
kata untuk melepaskan nikah.
Jadi, dari definisi talak diatas,
jelaslah bahwa talak merupakan sebuah institusi yang digunakan untuk melepaskan
sebuah ikatan perkawinan.[4]
Meskipun Islam memperkenankan perceraian kalau terdapat alasan-alasan yang kuat
baginya, namun hak itu hanya dapat dipergunakan dalam keadaan yang sangat
mendesak.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW
yaitu :
عَنِ اِبْنِ عُمَرَ -
رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
( أَبْغَضُ اَلْحَلَالِ عِنْدَ اَللَّهِ اَلطَّلَاقُ ) رَوَاهُ أَبُو
دَاوُدَ , وَابْنُ مَاجَهْ , وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ , وَرَجَّحَ أَبُو حَاتِمٍ
إِرْسَالَهُ
|
“Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perbuatan halal yang
paling dibenci Allah ialah cerai." Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah.
Hadits shahih menurut Hakim. Abu Hatim lebih menilainya hadits mursal”.( H.R. Abu
Daud dan Ibn Majah)
2.
Pengertian Cerai Gugat (Khulu’)
Khulu’ berasal dari kata “khulu’ Al-Tsaub”berarti melepaskan atau
mengganti pakaian pada badan, karena seorang wanita merupakan pakain bagi lelaki, dan
sebaliknya, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran yaitu dalam surat Al-Baqarah
ayat 187:
¨@Ïmé&öNà6s9s's#øs9ÏQ$uÅ_Á9$#ß]sù§9$#4n<Î)öNä3ͬ!$|¡ÎS4£`èdÓ¨$t6Ï9öNä3©9öNçFRr&urÓ¨$t6Ï9£`ßg©93zNÎ=tæª!$#öNà6¯Rr&óOçGYä.cqçR$tFørBöNà6|¡àÿRr&z>$tGsùöNä3øn=tæ$xÿtãuröNä3Ytã(z`»t«ø9$$sù£`èdrçų»t/(#qäótFö/$#ur$tB|=tF2ª!$#öNä3s94(#qè=ä.ur(#qç/uõ°$#ur4Ó®Lymtû¨üt7oKtãNä3s9äÝøsø:$#âÙuö/F{$#z`ÏBÅÝøsø:$#ÏuqóF{$#z`ÏBÌôfxÿø9$#(¢OèO(#qJÏ?r&tP$uÅ_Á9$#n<Î)È@ø©9$#4wur Æèdrçų»t7è?óOçFRr&urtbqàÿÅ3»tãÎûÏÉf»|¡yJø9$#3y7ù=Ï?ßrßãn«!$#xsù$ydqç/tø)s?3y7Ï9ºxx.ÚúÎiüt6ãª!$#¾ÏmÏG»t#uäĨ$¨Y=Ï9óOßg¯=yès9cqà)GtÇÊÑÐÈ
“ Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan
puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan
kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak
dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih
dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu
beri'tikaf[115] dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia,
supaya mereka bertakwa”.(Surat
Al-Baqarah: 187)
Selain itu kata khulu’ ini adalah bentuk mashdar dari khala’
artinya menanggalkan, yaitu menanggalkan ikatan perkawinan yang dilakukan oleh
istri dengan membayar tebusan (iwadh). Pengertian khulu’ ini masih
menjadi perdebatan dikalangan ulama fiqih (fuqaha), diantaranya:
Imam Hanafi berpendapat bahwa khulu’ adalah menanggalkan ikatan
pernikahan yang diterima oleh istri dengan lafadskhulu’ atau yang semakna dengan itu. Imam Malik mengatakan khulu’ menurut syara’
adalah talak dengan tebusan.
Imam Syafi’i mengatakan khulu’ menurut syara’ adalah lafads yang menunjukan perceraian
antara suami istri dengan tebusan yang harus memenuhi persyaratan tertentu.
Sedangkan Imam Hambali mengatakan bahwa khulu’ adalah suami menceraikan
istrinya dengan tebusan yang di ambil oleh suami dari istrinya atau dari lainya
dengan lafad tertentu.
Jadi, dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa khulu’ adalah
perceraian yang terjadi atas permintaan dan inisiatif istri dengan memberikan
tebusan atau iwadh yang harus
memenuhi syarat kepada suaminya dan
perceraian tersebut disetuji pula oleh suaminya.
3.
Dasar Hukumnya
a.
AL-Quran
Dasar hukum dibolehkanya melakukan talak dan khulu’ adalah Al-Quran,
hadis dan pendapat para ulama.
Apabila
suatu perkawinan tidak berjalan sebagaimana mestinya dan telah timbul krisis
rumah tangga, hilangnya ketenangan rumah tangga, kasih sayang dan cinta telah
tiada, pergaulan yang baik sudah tidak ada lagi, maka dalam keadaan seperti itu
penyelesaianya menjadi sulit, Islam memberikan jalan keluar lewat talak atau
khulu’, tapi keduanya tidak dapat digunakan tanpa adanya suatu penyebab apapun
kecuali dalam keadaan yang terpaksa.[5]
Mengenai kebolehan
terjadinya khulu’ ini dijadikan landasan oleh kebanyakan ulama karena adanya
firman Allah :
ß,»n=©Ü9$#Èb$s?§sD(88$|¡øBÎ*sù>$rá÷èoÿÏ3÷rr&7xÎô£s?9`»|¡ômÎ*Î/3wur@ÏtsöNà6s9br&(#räè{ù's?!$£JÏB£`èdqßJçF÷s?#uä$º«øx©HwÎ)br&!$sù$sswr&$yJÉ)ãyrßãm«!$#(÷bÎ*sù÷LäêøÿÅzwr&$uKÉ)ãyrßãn«!$#xsùyy$oYã_$yJÍkön=tã$uKÏùôNytGøù$#¾ÏmÎ/3y7ù=Ï?ßrßãn«!$#xsù$ydrßtG÷ès?4`tBur£yètGtyrßãn«!$#y7Í´¯»s9'ré'sùãNèdtbqãKÎ=»©à9$#ÇËËÒÈ
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal
bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka,
kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah,
Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah
mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (Surat Al-Baqarah:229)
Pada ayat
diatas yang menerangkan kebolehan terjadinya khulu’ yaitu pada potongan
ayat:
xsùyy$oYã_$yJÍkön=tã$uKÏùôNytGøù$#¾ÏmÎ/
“...
Maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya”.
Bila diantara suami istri
itu timbul perbedaan yang akan membahayakan keutuhan rumah tangga mereka, maka
hendaknya ditunjuk penengah guna mempertemukan atau menghilangkan
perbedaan-perbedaan tersebut serta mendamaikan mereka.
Firman Allah didalam Al-Quran yaitu dalam Surat An-Nisa:35
÷ ÷bÎ)ur óOçFøÿÅz s-$s)Ï© $uKÍkÈ]÷t/ (#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB
!$ygÎ=÷dr& bÎ) !#yÌã $[s»n=ô¹Î) È,Ïjùuqã ª!$# !$yJåks]øt/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JÎ=tã #ZÎ7yz
“Dan jika kamu khawatirkan ada
persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga
laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu
bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada
suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. An-Nisa:35)
Namun bila para penengah itu
gagal mendamaikan kedua suami istri itu, barulah Al-Quran memperkenankan
pasangan tersebut untuk berpisah.
Al-Quran juga menjelaskan dalam Surat An-Nisa:130:
bÎ)ur $s%§xÿtGt Ç`øóã ª!$# yxà2 `ÏiB ¾ÏmÏGyèy 4 tb%x.ur ª!$# $·èźur $VJÅ3ym
“jika keduanya bercerai, Maka Allah akan memberi kecukupan
kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. dan adalah Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana”.
Bila hubungan pernikahan itu tidak dapat lagi dipertahankan dan
kalau dilanjutkan juga akan menghadapi kehancuran dan kemudaratan, maka
Islammembuka pintu untuk terjadinya perceraian. Dengan demikian pada dasarnya
perceraian atau talak itu adalah sesuatu yang tidak disenangi yang dalam istilah ushul fiqh disebut makruh.
Hukum
makruhini dapat dilihat dari adanya usaha pencegahan terjadinya talak itu
dengan berbagai pentahapan.
Hal ini
terlihat dalam surat al-Nisa’ ayat 34:
ãA%y`Ìh9$# cqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ @Òsù ª!$# óOßgÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$srB Æèdyqà±èS ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ÒyJø9$# £`èdqç/ÎôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& xsù (#qäóö7s? £`Íkön=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# c%x. $wÎ=tã #ZÎ62 ÇÌÍÈ
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha besar”.(QS. An-Nisa:34)
Jadi, dari ayat al-quran diatas dapat
kita pahami bahwa talak adalah perbuatan yang halal namun dibenci oleh Allah,
dan cerai dibolehkan jika pasangan suami istri tersebut tidak bisa untuk
didamikan dan disatukan kembali, yang mana bila keduanya tetap dipaksa untuk
bersatu kembali maka akan mendatangkan mudharat yang lebih buruk.
b.
Hadis
Adapun ketidaksenangan Nabi kepada perceraian itu terlihat dalam
haditsnya dari Ibnu Umar menurut riwayat Abu Daud, Ibnu Mjajah dan disahkan
oleh Hakim, sabda Nabi:
( أَبْغَضُ اَلْحَلَالِ عِنْدَ
اَللَّهِ اَلطَّلَاقُ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ
“perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak”.
وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ : قَالَ اِبْنُ عُمَرَ : ( أَمَّا أَنْتَ
طَلَّقْتَهَا وَاحِدَةً أَوْ اِثْنَتَيْنِ ; فَإِنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله
عليه وسلم أَمَرَنِي أَنْ أُرَاجِعَهَا , ثُمَّ أُمْهِلَهَا حَتَّى تَحِيضَ
حَيْضَةً أُخْرَى , وَأَمَّا أَنْتَ طَلَّقْتَهَا ثَلَاثًا , فَقَدْ عَصَيْتَ
رَبَّكَ فِيمَا أَمَرَكَ مِنْ طَلَاقِ اِمْرَأَتِكَ )
“Menurut
riwayat Muslim, Ibnu Umar berkata (kepada orang yang bertanya kepadanya): Jika
engkau mencerainya dengan sekali atau dua kali talak, maka Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruhku untuk kembali kepadanya, kemudian aku
menahannya hingga sekali masa haid lagi, lalu aku menahannya hingga masa suci,
kemudian baru menceraikannya sebelum menyetubuhinya. Jika engkau menceraikannya
dengan tiga talak, maka engkau telah durhaka kepada Tuhanmu tentang cara
menceraikan istri yang Ia perintahkan kepadamu.”(H.R. Muslim).
Walaupun hukum asal dari talak itu adalah makruh, namun melihat
keadaan tertentu dalam situasi tertentu maka hukum talak itu adalah sebagai
berikut:
a.
Nadab
atau sunat; yaitu dalam keadaan rumah tangga sudah tidak dapat dilanjutkan dan
seandainya dipertahankan juga kemudaratan yang lebih banyak akan timbul.
b.
Mubah
atau boleh saja dilakukan bila memang
perlu terjadi perceraian dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan
perceraian itu sedangkan manfaatnya juga ada.
c.
Wajib
atau mesti dilakukan. Yaitu perceraian yang mesti dilakukan oleh hakim terhadap
seorang yang telah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya sampai masa
tertentu, sedangkan ia tidak mau pula membayar kaffarah sumpah agar ia dapat
bergaul dengan istrinya. Tindakannya itu memudaratkan istrinya.
d.
Haram
talak itu dilakukan tanpa alasan sedangkan istri dalam keadaan haid atau suci
yang dalam masa itu ia telah digauli.[6]
B.
ALASAN-ALASAN PERCERAIAN
1. Alasan Mengajukan Cerai Talak
a. Terjadinya
nusyuz dari pihak istri
Nusyuz bermakna kedurhakaan yang
dilakukan seorang istri terhadap suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk
pelanggaran perintah, penyelewengan dan hal-hal yang dapat mengganggu
keharmonisan rumah tangga.Berkenaandengan hal ini Al-Quran memberi tuntunan
bagaimana mengatasi nusyuz istri agartidak terjadi perceraian.
Allah SWT berfirman, yaitu Surat An-Nisa:34:
ã4
ÓÉL»©9$#ur tbqèù$srB Æèdyqà±èS ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ÒyJø9$# £`èdqç/ÎôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& xsù (#qäóö7s? £`Íkön=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# c%x. $wÎ=tã #ZÎ62 ÇÌÍÈ
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha besar”.(QS. An-Nisa:34)
Dari ayat diatas Al-Quran memberikan
pendapat yaitu:
1. Istri
diberinasehat dengan cara yang ma’ruf agar ia segera sadar terhadap kekeliruan
yang diperbuatnya.
2. Pisah
Ranjang. Cara ini bermakna sebagai hukuman psikologis bagi istri dan dalam
kesendirianya tersebut ia dapat melakukan koreksi terhadap kekeliruanya.
3. Apabila
dengan cara ini tidak berhasil, langkah berikutnya adalah memberi hukuman fisik
dengan cara memukulnya, dan itu dibolehkan pada bagian yang tidak membahayakan
si istri seperti kakinya.
b. Nusyuz
suami terhadap istri
Kemungkinan
nusyuz tidak hanya datang dari istri saja, tetapi dapat juga dari suami.
Al-Quran juga menyebutkan adanya nusyuz dari suami seperti yang terlihat dalam
firman Allah, yaitu Surat
An-Nisa ayat 128:
È ÈbÎ)ur îor&zöD$# ôMsù%s{ .`ÏB $ygÎ=÷èt/ #·qà±çR ÷rr& $ZÊ#{ôãÎ) xsù yy$oYã_ !$yJÍkön=tæ br& $ysÎ=óÁã $yJæhuZ÷t/ $[sù=ß¹ 4 ßxù=Á9$#ur ×öyz 3 ÏNuÅØômé&ur Ú[àÿRF{$# £x±9$# 4 bÎ)ur (#qãZÅ¡ósè? (#qà)Gs?ur cÎ*sù ©!$# c%x. $yJÎ/ cqè=yJ÷ès? #ZÎ6yz ÇÊËÑÈ
“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak
acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang
sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia
itu menurut tabiatnya kikir dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik
dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah
adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. An-Nisa:128)
Kemungkinan nusyuznya suami dapat
terjadi dalam bentuk kelalaian dari pihak suami untuk memenuhi kewajibanya
kepada istri, baik nafkah lahir maupun nafkah batin. Dan diantara kewajiban
suami terhadap istri adalah memberi sandang dan pangan, tidak memukul wajah
jika terjadi nusyuz, tidak mengolok-ngolok dengan mengucapkan hal-hal yang
dibencinya, dan tidak menghindari istri kecuali didalam rumah.[7]
c. Terjadinya
syiqaq
Maksud dari syiqaq ini adalah
percekcokan, yang biasanya disebabkan oleh masalah ekonomi, sehingga keduanya
sering bertengkar. Dan alasan untuk terjadinya perceraian lebih disebabkan oleh
alasan syiqaq ini.
Sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 7
tahun 1989 dinyatakan bahwa syiqaq adalah perselisihan yang tajam dan
terus-menerus antara suami istri.
Sebagaimana dijelaskan juga dalam Firman
Allah yaitu dalam Surat
An-Nisa ayat 35:
÷ ÷bÎ)ur óOçFøÿÅz s-$s)Ï© $uKÍkÈ]÷t/ (#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr& bÎ) !#yÌã $[s»n=ô¹Î) È,Ïjùuqã ª!$# !$yJåks]øt/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JÎ=tã #ZÎ7yz ÇÌÎÈ
“Dan jika
kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang
hakamdari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika
kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi
taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal”.(QS. An-Nisa:35)
Dari ayat diatas, dipilihnya hakam
(arbitrator) dari masing-masing pihak dikarenakan para perantara tersebut akan
lebih mengetahui karakter, sifat keluarga mereka sendiri, sehingga cara ini
lebih mudah untuk mendamaikan suami istri yang sedang bertengkar. An-Nawawi
dalam Syarah Muhazzab menyatakan bahwa disunatkan hakam itu dari pihak suami
dan istri, jika tidak boleh juga dari pihak lain.
d. Salah
satu pihak melakukan fahisyah
Fahisyah adalah salah satu dari suami
atau istri melakukan perbuatan zina, yang menimbulkan saling tuduh-menuduh
antara keduanya. Cara menyelesaikannya adalah dengan cara membuktikan kebenaran
dari tuduhan tersebut.
Penyelesaian yang diberikan oleh
Al-Quran adalah dalam rangka antisipasi agar nusyuz dan syiqaq yang terjadi
tidak sampai mengakibatkan terjadinya perceraian. Karena perceraian merupakan
sesuatu yang dibenci oleh ajaran agama.
Meskipun demikian bila berbagai cara
telah ditempuh, tapi tidak juga membawa hasil, maka perceraian merupakan jalan
yang terbaik bagi kedua belah pihak untuk melanjutkan kehidupanya
masing-masing. Untuk dapat terwujudnya sebuah perceraian harus ada
alasan-alasan tertentu yang dibenarkan oleh undang-undang dan ajaran agama.[8]
2. Alasan Mengajukan Cerai Gugat
Perceraian dapat terjadinya karena alasan-alasan tertentu didalam
pasal 116, yaitu:
1.
Salah
satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, penjudi, dan lain sebagainya yang
sukar disembuhkan.
2.
Salah
satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin
pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
3.
Salah
satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat
setelah perkawinan berlangsung.
4.
Salah
satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membayakan pihak
yang lain.
5.
Salah
satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
6.
Antara
suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
7.
Suami
melanggar taklik talak
8.
Peralihan
agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah
tangga.[9]
C. MACAM-MACAM TALAK
1. Ditinjau dari boleh atau tidaknya rujuk kembali
Secara garis besar ditinjau dari boleh atau
tidaknya rujuk kembali, talak dibagi menjadi dua macam yaitu:
a) Talak Raj’i
Talak raj’i yaitu talak dimana suami masih mempunyai hak untuk
merujuk kembali istrinya, setelah talak itu dijatuhkan dengan lafal-lafal tertentu,
dan istri benar-benar sudah digauli. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam
QS Al-Talak ayat 1:
$pkr'¯»t ÓÉ<¨Z9$# #sÎ) ÞOçFø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# £`èdqà)Ïk=sÜsù ÆÍkÌE£ÏèÏ9 (#qÝÁômr&ur no£Ïèø9$# ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNà6/u ( w Æèdqã_ÌøéB .`ÏB £`ÎgÏ?qãç/ wur Æô_ãøs HwÎ) br& tûüÏ?ù't 7pt±Ås»xÿÎ/ 7puZÉit7B 4 y7ù=Ï?ur ßrßãn «!$# 4 `tBur £yètGt yrßãn «!$# ôs)sù zNn=sß ¼çm|¡øÿtR 4 w Íôs? ¨@yès9 ©!$# ß^Ïøtä y÷èt/ y7Ï9ºs #\øBr& ÇÊÈ
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan
hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah
kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke
luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terangItulah hukum-hukum
Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu
tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru” (QS. Al-Thalak:1)
Maksud ayat diatas adalah “menghadapiiddah yang wajar” dalam ayat
tersebut adalah istri-istri itu hendaknya ditalak ketika suci dan belum
dicampuri. Sedangkan yang dimaksud dengan “perbuatan keji” adalah apabila istri
melakukan perbuatan-perbuatan pidana, berkelakuan tidak sopan terhadap mertua,
ipar, dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan “sesuatu yang baru” adaalh
keinginan dari suami untuk rujuk kembali apabila talaknya baru dijatuhkan
sekali atau dua kali.
Jadi dapat disimpulkan bahwa suami boleh untuk merujuk istrinya kembali
yang telah ditalak sekali atau dua kali selama mantan istrinya itu masih dalam
masa iddah.
b) Talak bain
Talak bain adalah yang memisahkan sama
sekali hubungan suami istri. Talak bain ini ini terbagi menjadi dua bagian
yaitu:
1) Talak bain shugra
a. Pengertian
Ialah
talak yang menghilangkan hak-hak rujuk dari bekas suaminya, tetapi tidak
menghilangkan hak nikah baru kepada istri bekas istrinya itu.
b. Macam talak bain shugra
1. Talak yang dijatuhkan suami kepada istri yang belum terjadi dukhuk
(setubuh)
2. Khulu
c. Hukum talak bain shugra
1. Hilangnya ikatan nikah antara suami dan istri.
2. Hilangnya hak bergaul bagi suami istri termasuk berkhalwat (menyendiri
berdua-duaan).
3. Masing-masing tidak saling mewarisi manakala meninggal.
4. Bekas istri, dalam masa iddah berhak tinggal dirumah bekas suaminya
dengan berpisah tempat tidur dan mendapat nafkah.
5. Rujuk dengan akad dan mahar baru.
2) Talak bain kubra
a. Pengertian
Talak bain kubra adalah talak yang
mengakibatkan hilangnya hak rujuk kepada bekas istri, walaupun kedua bekas
suami istri itu ingin melakukannya, baik di waktu iddah atau sesudahnya.
b. Macam macam talak bain kubra
Sebagian ulama berpendapat yang termasuk
talak bain kubra adalah segala macampenceraian yang mengandung unsur-unsur
sumpah seperti: ila, zihar, dan li’an.
c. Hukum talak bain kubra
1. Sama dengan hukum talak bain shugra nomo 1,2 dan 4
2. Suami haram kawin lagi dengann istrinya, kecuali bekas istri telah kawin
dengan laki-laki lain.
Allah SWT. Berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 230:
bÎ*sù $ygs)¯=sÛ xsù @ÏtrB ¼ã&s! .`ÏB ß÷èt/ 4Ó®Lym yxÅ3Ys? %¹`÷ry ¼çnuöxî 3 bÎ*sù $ygs)¯=sÛ xsù yy$uZã_ !$yJÍkön=tæ br& !$yèy_#utIt bÎ) !$¨Zsß br& $yJÉ)ã yrßãn «!$# 3 y7ù=Ï?ur ßrßãn «!$# $pkß]Íhu;ã 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôèt ÇËÌÉÈ
“kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua),
Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang
lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa
bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika
keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah
hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.”
Maksudnya, apabila seorang suami menceraikan
istrinya dengan talak tiga, maka perempuan itu tidak boleh dikawini lagisebelum
perempuan tersebut menikah dengan laki-laki lain.
[1] Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah 4.
(Jakarta: Cakrawala Publishing, 2012),
Cet.3, hal. 2
[2] Amir
Syarifuddin. Garis-Garis Besar Fiqh. (Bogor: Kencana, 2003), hal. 126
[3]. Anik Farida,
dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan
Dan Perceraian Di Berbagai Komunitas Dan Adat, (Jakarta Timur:Balai
Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2007), h. 79
[4] Amiur Nuruddin
dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata
Islam di Indonesia, edisi pertama, cetakan ketiga (Jakarta : Kencana,
2006), h. 207
[5] Anik Farida,
dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan
Dan Perceraian Di Berbagai Komunitas Dan Adat... h. 21-23
[6] Amir,Garis-Garis,
.., hal. 126
[7] Amiur Nuruddin
dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata
Islam di Indonesia,... h. 209-211
[8] Amiur Nuruddin
dan Azhari Akmal Tarigan,... h. 210-213
Tidak ada komentar:
Posting Komentar