Dengan membaca bismillah, saya akan posting sebuah pengetahuan ,, ya mungkin udah g baru lagi buat temen-temen ,, tapi setidaknya hal ini bersifat lebih ilmiah artinya ada referensi terpercaya yang kami sadur ke dalam sebuah makalah,, udah di cek langsung oleh guru kita,, insyallah aman.
silahkan dibaca ,,,
A. Pengertian
Shalat
Shalat secara
bahasa berasal dari kata صلى- يصل- صلاةَ
yang berarti الدُّعَاءُ (do’a), tetapi yang
dimaksud disini adalah ibadat yang tersusun dari beberapa perkataan dan
perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, dan memenuhi
syarat yang ditentukan.[1]
Secara bahasa, shalat itu bermakna do’a. Sedangkan
menurut syariah shalat itu bermakna serangkaian ucapan dan gerakan yang
tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sebagai sebuah
ibadah ritual.( At-Taubah:103)[2]
“Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Adapun makna shalat menurut syariat adalah
serangkaian ucapan dan gerakan yang tertentu yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam. Shalat dalam Islam merupakan tolak ukur atau barometer
baik amal perbuatannya, yang akan mendapatkan keberuntungan. Sebaliknya, jika shalat seseorang jelek maka ia termasuk
dalam golongan orang yang jelek amal perbuatannya, ia tergolong orang yang
merugi dan akan mendapatkan celaka di dunia dan juga di akhirat.
Shalat menurut terminologi (Syariat) ialah
أَقوالٌ و أَفعالٌ مُفْتَتَحَةٌ
بِالتَّكْبِيرِ و مُخْتَتَمَةٌ بِالتَّسْلِيمِ مَعَ النِّية
“Adalah perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan yang
dimulai dengan takbir (takbiratul ihram) dan diakhiri dengan salam disertai
niat (tanpa lafazh)”.
Dinamakan demikian karena mengandung
do’a dan orang yang melakukan shalat tidak terlepas dari do’a ibadah, pujian
dan permintaan, itulah sebabnya dinamakan shalat.
Definisi salat menurut ahli Fikih adalah perkataan dan perbuatan
yang dimulai dengan takbiratul ihram dan disudahi dengan salam, yang dengannya
kita beribadat kepada Allah sesuai syarat-syarat yang telah ditentukan.
Dari definisi ini menunjuk bahwasanya lebih banyak menitikberatkan
kepada bentuk, sifat, dan cara salat. Dalam artian hanya menyangkut gerak lahir
(badan). Untuk salat ini, perkataan yang dilafazkan dapat didengar dan
perbuatan yang dilakukan dapat dilihat oleh kita.
Definisi salat menurut ahli hakekat adalah menghadapkan jiwa kepada
Allah, yang mana dapat melahirkan rasa takut kepada Allah SWT serta dapat
membangkitkan kesadaran yang dalam terhadap kebesaran serta kesempurnaan
kekuasaan-Nya.
Definisi salat menurut afali makrifat adalah menghadap kepada Allah
dengan sepenuh jiwa dan sebenar-benarnya khusyuk dihadapan-Nya, serta ikhlas
kepada-Nya dengan disertai hati dalam berzikir, berdoa, dan memuji.
B.
Dasar Hukum
Wajib Shalat
Shalat diwajibkan dengan dalil yang qath’i dari
al-qur’an, As-Sunnah, dan Ijma’ umat
Islam sepanjang zaman. Tidak ada yang menolak kewajiban shalat kecuali
orang-orang kafir.
1.
Dalil dari
Al-qur’an
a.
Al-Bayyinah:5
“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.
b.
An- nisa:103
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan
shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu
berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman”.
c. Al-Baqarah:43
“Dan dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'”.
2.
Dalil dari
As-Sunnah
وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا- ; أَنَّهَا
سَأَلَتْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلمأَتُصَلِّي اَلْمَرْأَةُ فِي دِرْعٍ
وَخِمَارٍ بِغَيْرِ إِزَارٍ ؟ قَالَ : إِذَا كَانَ اَلدِّرْعُ سَابِغًا
يُغَطِّي ظُهُورَ قَدَمَيْهَاأَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَ اَلْأَئِمَّةُ
وَقْفَه
“Dari Ummu
Salamah Radliyallaahu 'anhu bahwa dia bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam: Bolehkah seorang perempuan sholat dengan memakai baju panjang dan
kerudung tanpa sarung؟ Beliau
bersabda: Boleh apabila baju panjang itu lebar menutupi punggung atas kedua
kakinya. Dikeluarkan oleh Abu Dawud. Para Imam Hadits menilainya mauquf”.[3]
وَعَنْ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ رضي الله عنه قَالَ : ( كُنَّا مَعَ
اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي لَيْلَةٍ مَظْلَمَةٍ فَأَشْكَلَتْ عَلَيْنَا
اَلْقِبْلَةُ فَصَلَّيْنَا . فَلَمَّا طَلَعَتِ اَلشَّمْسُ إِذَا نَحْنُ
صَلَّيْنَا إِلَى غَيْرِ اَلْقِبْلَةِ فَنَزَلَتْ : (فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا
فَثَمَّ وَجْهُ اَللَّهِ أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَهُ
“Amir Ibnu Rabi'ah Radliyallaahu 'anhu
berkata: Kami pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam suatu
malam yang gelap maka kami kesulitan menentukan arah kiblat lalu kami sholat.
Ketika matahari terbit ternyata kami telah sholat ke arah yang bukan kiblat
maka turunlah ayat (Kemana saja kamu menghadap maka disanalah wajah Allah)”. (Riwayat
Tirmidzi).
وَعَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ لَا تَمْنَعُوا
أَحَدًا طَافَ بِهَذَا اَلْبَيْتِ وَصَلَّى أَيَّةَ سَاعَةٍ شَاءَ مِنْ لَيْلٍ]أَ وْ نَهَارٍ رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَابْنُ
حِبَّانَ
“Dari
Jubair Ibnu Muth'im bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Wahai Bani Abdu Manaf janganlah engkau melarang seseorang melakukan
thawaf di Baitullah ini dan melakukan shalat pada waktu kapan saja baik malam
maupun siang." (Riwayat Imam Lima dan shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu
Hibban)
3.
Dalil dari Ijma’
Bahwa seluruh umat Islam sejak zaman nabi SAW hingga
hari ini telah bersepakat atas adanya kewajiban
shalat dalam agama Islam. Lima kali dalam sehari semalam.
Maka apabila mengingkari kewajiban shalat termasuk
keyakinan yang menyimpang dari ajaran Islam, bahkan bisa divonis atau dikatakan
kafir bila meninggalkan shalat dengan meyakini tidak adanya kewajiban shalat.[4]
C. Syarat-syarat
dan Rukun Shalat
1.
Syarat-syarat
Shalat
a.
Syarat wajib
Shalat
1)
Islam
Orang yang bukan Islam tidak diwajibkan shalat,
berarti ia tidak dituntut untuk mengerjakannya di dunia hingga ia masuk Islam,
karena meskipun dikerjakannya, tetap tidak sah, kecuali ia masuk Islam.
2)
Suci dari haid
dan nifas
Sabda Rasullah SAW
وَعَنْ عَائِشَةَ عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : لَا يَقْبَلُ اَللَّهُ صَلَاةَ حَائِضٍ إِلَّا
بِخِمَارٍ رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا النَّسَائِيُّ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ
خُزَيْمَةَ
“Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Allah tidak akan menerima sholat seorang
perempuan yang telah haid (telah baligh kecuali dengan memakai kudung”. (Riwayat
Imam Lima kecuali Nasa'i dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah.
3)
Berakal
Orang yang tidak berakal tidak diwajibkan shalat
4)
Baligh (dewasa)
Tanda-tanda baligh diantaranya:
a) Cukup
umur lima belas tahun
b) Keluar
mani
c) Mimpi
bersetubuh
d) Mulai
keluar haid bagi perempuan
5)
Telah sampai
dakwah (perintah Rasulullah Saw kepadanya).
Orang yang belum menerima perintah tidak dituntut
dengan hukum.
6)
Melihat atau
mendengar
Melihat atau mendengar menjadi syarat wajib
mengerjakan shalat walaupun pada suatu waktu untuk kesempatan mempelajari
hukum-hukum syara’.[5]
b.
Syarat-syarat
sah sebelum shalat
1)
Suci dari hadas
besar dan hadas kecil.
Hadast
besar adalah haid, nifas dan janabah. Dan untuk mengangkat atau menghilangkan
hadats besar harus dengan mandi janabah. Sedangakan hadats kecil adalah kondisi
dimana seseorang tidak punya wudu’ atau batal dari wudu’ nya dan untuk
mengangkat hadats kecil ini bisa dilakukan dengan wudu’ atau dengan tayamum.
Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah
ayat 6
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu
sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan
tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah
tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”.
2)
Suci badan,
pakaian, dan tempat dari najis
Salah
satu diantara keistimewaan yang Allah berikan kepada kaum muslimin adalah Allah
menjadikan bumi suci bagi kaum muslimin untuk bersujud. Maksudnya, kita
diperkenankan untuk mendirikan shalat dimanapun kita berada. Meskipun demikian,
mengingat betapa penting dan tinggi niat shalat, hendaklah kita memilih tempat
yang paling baik, paling layak dan tempat yang paling sesiuai untuk mendirikan
shalat.
“Dan
pakaianmu bersihkanlah”.
Ibnu
Sirin mengatakan bahwa makna ayat ini adalah perintah untuk mencuci pakaian
dengan air.
3)
Menutup aurat
Tidak
sah seseorang melakukan shalat bila auratnya terbuka, meskipun dia shalat
sendiri jauh dari penglihatan orang lain atau shalat di tempat yang gelap.
Firman Allah dalam Surat Al-‘Araf
ayat 31
“Hai
anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan”.
Aurat ditutup dengan sesuatu yang dapat menghalangi
warna kulit. Aurat laki-laki antara pusat sampai lutut, aurat perempuan seluruh
badannya kecuali muka dan kedua telapak tangan.
4)
Mengetahui
masuknya waktu shalat.
Bila
seseorang melakukan shalat tanpa karna tau atau waktunya sudah masuk atau
belum, maka shalatnya itu tidak memenuhi syarat. Sebab mengetahui dengan pasti
bahwa waktu shalat sudah masuk adalah bagian dari syarat sah shalat.
Firman Allah dalam Surat An-Nisa’
ayat 103
“Maka
apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri,
di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman,
maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.
5)
Menghadap kiblat
Tidak
sah sebuah ibadah shalat manakala tidak dilakukan dengan menghadap ke kiblat.
Dalilnya adalah Firman Allah surat Al-Baqarah ayat 150
“Dan
dari mana saja kamu (keluar), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.
Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya,
agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim
diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku
(saja). Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat
petunjuk”.
2.
Rukun Shalat
a.
Niat
Arti niat ada dua:
1)
Asal makna niat
adalah” menyengaja” suatu perbuatan. Dengan adanya kesengajaan ini, perbuatan
dinamakan ikhtijari (kemauan sendiri, bukan dipaksa).
2)
Niat pada syara’
(yang menjadi rukun shalat dan ibadat yang lain), yaitu menyengaja suatu
perbuatan karena mengikuti perintah allah supaya diridhainya.
Lafadz Niat shalat subuh
اُصَلِّيْ فَرْضَ الصُّبْحِ
رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى
“Aku berniat melakukan shalat fardu subuh 2 rakaat, sambil menghadap
qiblat, karena Allah”.
Lafadz Niat Shalat Dzuhur
اُصَلِّيْ فَرْضَ الظُّهْرِ اَرْبَعَ
رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى
“Aku berniat melakukan shalat fardu dzuhur 4 rakaat, sambil
menghadap qiblat, karena Allah ta'ala”.
Lafadz Niat Shalat Ashar
اُصَلِّيْ فَرْضَ اْلَعَصْرِ اَرْبَعَ
رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى
“Aku berniat melakukan shalat fardu ashar 4 rakaat, sambil
menghadap qiblat, karena Allah ta'ala”.
Lafadz Niat Shalat Maghrib
اُصَلِّيْ فَرْضَ اْلْمَغْرِبِ
ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى
“Aku berniat melakukan shalat fardu maghrib 3 rakaat, sambil
menghadap qiblat, karena Allah ta'ala”.
Lafadz Niat Shalat Isya
اُصَلِّيْ فَرْضَ الْعِشَاءِ اَرْبَعَ
رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى
“Aku berniat melakukan shalat fardu maghrib 3 rakaat, sambil
menghadap qiblat, karena Allah ta'ala”.
b.
Berdiri bagi
orang yang mampu
Orang yang tidak mampu berdiri, boleh shalat sambil
duduk, kalau tidak mampu duduk boleh shalat sambil berbaring, kalau tidak mampu
berbaring boleh shalat sambil menelentang, kalau tidak kuasa juga demikian,
shalatlah sekuasanya, sekalipun dengan isyarat. Yang terpenting shalat tidak
boleh ditinggalkan selama imam masih ada.
Terdapat dalam firman allah surat Al-Baqarah ayat
238
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.
Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'”.
c.
Takbiratul ihram
Ketika takbiratul ihram, kita
mengucap Allahu Akbar.
d.
Membaca surat
al-fatihah
1.
“Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
2.
Segala
puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
3.
Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang.
4.
Yang
menguasai di Hari Pembalasan.
5.
Hanya
Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
6.
Tunjukilah
kami jalan yang lurus,
7.
(yaitu)
Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.
e.
Rukuk serta
tuma’ninah (diam sebentar)
Ruku’ adalah
gerakan membungkukkan badan dan kepala dengan kedua tangan diluruskan ke lutut
kaki. Dengan tidak mengangkat kepala tapi juga tidak menekuknya. Juga dengan
meluruskan punggungnya, sehingga bila ada air di punggungnya tidak bergerak
karena kelurusan punggungnya. Perintah untuk melakukan rukuk adalah firman
allah surat Al-Hajj ayat 77
“Hai
orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”.
Bacaan Ruku’
“Mahasuci Allah Maha Agung serta memujilah aku kepada-Nya”.
f.
‘itidal serta
tuma’ninah
‘itidal
adalah gerakan bangun dari ruku’ dengan berdiri tegap dan merupakan rukun
shalat yang harus dikerjakan menurut jumhur ulama.
Kecuali pendapat Hanafiyah yang
agak tidak kompak sesama mereka sebahagian dari mereka mengatakan bahwa i’tidal
tidak termasuk rukun shalat, melainkan hanya kewajiban saja
Bacaan I'Tidal
“Allah mendengar orang yang memuji-Nya”.
g. Sujud
dua kali serta tuma’ninah
Secara syari’
yang dimaksudkan dengan sujud menurut jumhur ulama adalah meletakkan 7 anggota
badan ke tanah, yaitu wajah, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan ujung kedua
telapak kaki.
Bacaan Sujud
“Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi, dan memujilah aku kepada-Nya”.
h.
Duduk diantara
dua sujud serta tuma’ninah
Duduk diantara
dua sujud adalah rukun menurut jumhur ulama dan hanya merupakan kewajiban
menurut Al-Hanafiyyah. Posisi duduknya adalah duduk iftisary, yaitu dengan
duduk melipat kaki kebelakang dan bertumpu pada kaki kiri.
Maksudnya kaki
kiri yang dilipat itu diduduki, sedangkan kaki yang kanan dilipat tidak
diduduki namun jari-jarinya ditekuk sehingga menghadap ke kiblat posisi kedua
tangan diletakkan pada kedua paha dekat dengan lutut dengan menjulurkan
jari-jarinya.
Bacaan Duduk Antara 2 Sujud
“ Ya Allah, ampunilah dosaku, belas kasihanilah aku dan cukupkanlah segala kekurangan dan angkatlah derajat kami dan berilah rizqi kepadaku, dan berilah aku petunjuk dan berilah kesehatan kepadaku dan berilah ampunan kepadaku. “
i.
Duduk akhir
Untuk tasyahud akhir, shalawat atas nabi Saw,
dan atas keluarga beliau, keterangan yaitu amal Rasullah Saw (beliau selalu
duduk ketika membaca tasyahud dan salawat).
j.
Membaca tasyahud
akhir
Bacaan Tahiyat:
“Ya Allah, ampunilah dosaku, belas kasihanilah aku dan cukupkanlah segala kekurangan dan angkatlah derajat kami dan berilah rizqi kepadaku, dan berilah aku petunjuk dan berilah kesehatan kepadaku dan berilah ampunan kepadaku“.
Tahiyat akhir seperti bacaan di atas dan disambung dengan bacaan berikut:
“Segala kehormatan, keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan bagi Allah, salam, rahmat, dan berkahNya kupanjatkan kepadamu wahai Nabi (Muhammad). Salam keselamatan semoga tetap untuk kami seluruh hamba yang shaleh-shaleh. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Ya Allah! Limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad. “ Sebagimana pernah Engkau beri rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan limpahilah berkah atas Nabi Muhammad beserta para keluarganya. Sebagaimana Engkau memberi berkah kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. “ Diseluruh alam semesta Engkaulah yang terpuji, dan Maha Mulia”.
k.
Membaca shalawat atas nabi Saw
l.
Memberi salam
yang pertama (ke kanan)
m. Menertibkan
rukun.[6]
Artinya
meletakkan tiap-tiap rukun pada tempatnya masing-masing menurut susunan yang
telah disebutkan di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar