Senin, 01 Desember 2014

makalah hutang piutang



BAB II
PEMBAHASAN



A.    Definisi Hutang Piutang
Dalam Islam, konsep hutang terdiri dari dua, hutang melalui pinjaman dan hutang melalui pembiayaan. Hutang pinjaman bermakna hutang yang muncul disebabkan oleh pinjaman, baik pinjaman barang maupun pinjaman uang.  Sedangkan hutang melalui pembiayaan, seperti hutang yang timbul karena adanya transaksi perdagangan.[1]
 Dalam Al-Quran, terdapat beberapa ayat yang berkaitan tentang hutang. Diantaranya dalam Surat Al-Baqarah : 245, 280 dan 282, surat An-Nisa : 11, At-Taubah : 60, Surat Hadid : 11, yang merupakan pokok bahasan tentang hutang. Selain itu, ada beberapa ayat lain yang penulis hubungkan dengan topik pembahasan.
Beberapa kata yang dimaknai ke dalam hutang  (  دَيْن) atau pinjaman yaitu القَطْعُ yang berarti memotong. Hutang piutang disebut  al-qardh dengan makna harta yang diberikan kepada orang yang berhutang dan suatu saat akan diminta kembali. Seolah-olah engkau memotongnya dari hartamu.[2]
Pengertian Qardh secara istilah  menyerahkan harta kepada orang yang menggunakannya untuk dikembalikan lagi suatu saat.[3] Golongan Hanafiyah mengartikan sebagai harta yang diberikan seseorang dari maal mitsli  untuk kemudian dibayar atau dikembalikan. Sedangkan Golongan Safi’iyah berpendapat bahwa qardh adalah: sesuatu yang diberikan kepada orang lain, yang suatu saat harus dikembalikan. Hanbaliyah berpendapat qardh yaitu memberikan harta kepada orang yang memanfaatkannya dan kemudian mengembalikan penggantiannya.
Selain al-qardh, lafazh ‘ariyah juga berarti pinjaman. ‘Ariyah menurut bahasa diambil dari kata ( عَارَ )‘aara yang berarti datang dan pergi. Menurut pendapat lain, ‘ariyah berasal dari kata ta’aawur atau attanaawulu awittanaawubu yang artinya saling menukar dan mengganti yakni dalam hal pinjam meminjam.[4]
‘Ariyah menurut syara’ terbagi ke dalam beberapa pendapat, diantaranya :
a)      Menurut Hanafiyah : “Pemilikan manfaat secara cuma-cuma”.
b)      Menurut Malikiyah : “Pemilikan manfaat dalam waktu tertentu tanpa pengembalian imbalan
c)      Menurut Syafi’iyah : “Kebolehan mengambil manfaat dari seseorang yang membebaskannya, apa yang mungkin untuk dimanfaatkan, serta tetap zat barangnya supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya”
d)     Menurut Hanabilah : “Kebolehan memanfaatkan suatu zat barang tanpa imbalan dari peminjam atau yang lainnya”.[5]
e)      Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh As-Sunnah menerangkan bahwa ‘Ariyah adalah kebolehan mengambil manfaat barang-barang yang diberikan oleh pemiliknya kepada orang lain dengan tanpa ganti rugi.[6]
Jadi, dari beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa unsur-unsur dari hutang piutang itu diantaranya adanya pihak yang memberikan pinjaman dan yang menerima pinjaman, ada pemberian harta untuk dimanfaatkan oleh yang menghutanginya, dan kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tersebut di kemudian hari berdasarkan akad yang disepakati. 


B.     Dalil tentang Hukum Hutang-Piutang

1.      Surat Al-Baqarah : 245
`¨B #sŒ Ï%©!$# ÞÚ̍ø)ム©!$# $·Êös% $YZ|¡ym ¼çmxÿÏ軟ÒãŠsù ÿ¼ã&s! $]ù$yèôÊr& ZouŽÏWŸ2 4 ª!$#ur âÙÎ6ø)tƒ äÝ+Áö6tƒur ÏmøŠs9Î)ur šcqãèy_öè? ÇËÍÎÈ


Arti
Bacaan
Arti
Bacaan
Orang yang meminjamkan
يُقْرِضُ
Lipat ganda yang banyak
أَضْعَفًا كَثِيْرَةً
Pinjaman yang baik
قَرْضً حَسَنًا
Menyempitkan
يَقْبِضُ
Maka akan dilipatgandakan
فَيُضَاعِفَهُ
Melapangkan
وَ يَبْصُطُ
Kepadanya (orang yang meminjamkan)
لَهُ
Dan kepada Allah tempat kamu kembali
وَ إِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Tabel 1. Makna Mufradat


Terjemahan : “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan memperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”(QS. Al-Baqarah : 245)[7]


2.      Surat Al-Hadid : 11

ƨB #sŒ Ï%©!$# ÞÚ̍ø)ム©!$# $·Êös% $YZ|¡ym ¼çmxÿÏ軟Òãsù ¼çms9 ÿ¼ã&s!ur ֍ô_r& ÒOƒÌx. ÇÊÊÈ

Terjemahan : “ Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman   yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.[8]


Makna
Kosakata
Makna
Kosakata
Untuknya
لَهُ
Barangsiapa yang mau
مَنْ ذَا الَّذِي
Dan dia mendapatkan pahala yang banyak
و لَهُ أَجِرٌ كَرِيْم
Meminjamkan kepada allah
يُقْرِضُ اللهُ
Pinjaman yang baik
قَرْضًا حَسَنًا
Maka pahala yang berlipat ganda
فَيُضَعِفَهُ
Tabel. 3 Makna Kosakata ayat


Adapun dalil pendukung yaitu hadist dari Ibnu Majah :

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَقْرِضُ مُسْلِمًا مَرَّتَيْنِ إِلاَّ  كَانَ كَصَدَقَهٍ مَرَّةً

 “Setiap muslim yang memberikan pinjaman kepada sesamanya dua kali, maka dia itu seperti orang yang bersedekah satu kali.[9]

وَ مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ  كُرْبَةً فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَمَةِ
 (رواه مسلم)
Dan barangsiapa membebaskan kesusahan orang muslim di dunia, niscaya Allah SWT membebaskan kesusahannya di hari kiamat” (HR. Muslim)

Lafazh “kurbatun” mempunyai makna : ألهَمَ الَّذِي يَاخُدُ النَّفْسَ artinya kesulitan dan kesusahan yang mengancam seseorang. Maka, melalui hadist ini Rasulullah SAW menegaskan dan membangkitkan kita untuk berusaha untuk membantu seseorang apabila ia berada dalam kesulitan.[10] Sementara tentang ijma’, para ulama kaum muslimin telah berijma’ tentang disyariatkannya peminjaman.[11]
Jadi penulis menyimpulkan bahwa  hukum meminjam (berhutang) dalam islam adalah boleh. Sedangkan hukum memberi pinjaman (berpiutang) dalam syariat Islam hukumnya sunnah, dan bisa berubah menjadi wajib apabila ia bertujuan untuk memenuhi keperluan yang begitu mendesak, seperti menderita kelaparan, atau sedang terkena musibah bencana alam . Orang yang memberikan hutang atau pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah sebuah kebajikan yang disukai dan dianjurkan, karena ada balasan pahala yang berlipat ganda yang dijanjikan oleh Allah SWT.

C.    Tata Krama dalam Bertransaksi Hutang – Piutang
1.      Surat Al-Baqarah : 282
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù  =çGõ3uø9ur öNä3uZ÷­/ 7=Ï?$Ÿ2 ÉAôyèø9$$Î/ 4 Ÿwur z>ù'tƒ ë=Ï?%x. br& |=çFõ3tƒ $yJŸ2 çmyJ¯=tã ª!$# 4 ó=çGò6uù=sù È@Î=ôJãŠø9ur Ï%©!$# Ïmøn=tã ,ysø9$# È,­Guø9ur ©!$# ¼çm­/u Ÿwur ó§yö7tƒ çm÷ZÏB $\«øx© 4 bÎ*sù tb%x. Ï%©!$# Ïmøn=tã ,ysø9$# $·gŠÏÿy ÷rr& $¸ÿÏè|Ê ÷rr& Ÿw ßìÏÜtGó¡o br& ¨@ÏJムuqèd ö@Î=ôJãŠù=sù ¼çmÏ9ur ÉAôyèø9$$Î/ 4 (#rßÎhô±tFó$#ur ÈûøïyÍky­ `ÏB öNà6Ï9%y`Íh ( bÎ*sù öN©9 $tRqä3tƒ Èû÷ün=ã_u ×@ã_tsù Èb$s?r&zöD$#ur `£JÏB tböq|Êös? z`ÏB Ïä!#ypk9$# br& ¨@ÅÒs? $yJßg1y÷nÎ) tÅe2xçFsù $yJßg1y÷nÎ) 3t÷zW{$# 4 Ÿwur z>ù'tƒ âä!#ypk9$# #sŒÎ) $tB (#qããߊ 4 Ÿwur (#þqßJt«ó¡s? br& çnqç7çFõ3s? #·ŽÉó|¹ ÷rr& #·ŽÎ7Ÿ2 #n<Î) ¾Ï&Î#y_r& 4 öNä3Ï9ºsŒ äÝ|¡ø%r& yZÏã «!$# ãPuqø%r&ur Íoy»pk¤=Ï9 #oT÷Šr&ur žwr& (#þqç/$s?ös? ( HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»yfÏ? ZouŽÅÑ%tn $ygtRr㍃Ïè? öNà6oY÷t/ }§øŠn=sù ö/ä3øn=tæ îy$uZã_ žwr& $ydqç7çFõ3s? 3 (#ÿrßÎgô©r&ur #sŒÎ) óOçF÷ètƒ$t6s? 4 Ÿwur §!$ŸÒムÒ=Ï?%x. Ÿwur ÓÎgx© 4 bÎ)ur (#qè=yèøÿs? ¼çm¯RÎ*sù 8-qÝ¡èù öNà6Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ãNà6ßJÏk=yèãƒur ª!$# 3 ª!$#ur Èe@à6Î/ >äóÓx« ÒOŠÎ=tæ ÇËÑËÈ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli ; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian) maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah ; Allah mengajarmu ; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. 
  
Arti
Kosa kata
Arti
Kosa kata
Apabila bertransaksi muamalah tidak secara tunai
إِذَ تَدَيَنْتُمْ بِدَيْنٍ
Dan dua orang perempuan
وَمْرَأَتَايْنِ
Untuk waktu yang ditentukan
إِلىَ أَجَلٍ مُسَمَّى
Dan jangalah kamu enggan
وَلاَ يَأْبَ الشُّهَدَآءُ
Maka tuliskanlah
فَاكْتُبُوْهُ
Apabila dipanggil
مَا دُعُواْ
Dan persaksikanlah
وَاسْتَشْهِدُ
Dan janganlah jemu
وَلاَ تَسْئَمُو
Dua orang saksi
شَهِدَيْنِ
Menuliskannya
تَكْتُبُوْهُ
Dari orang-orang lelaki
مِنْ رِّجَا لِكُم

Demikian itu lebih adil
ذَلِكُمْ أَقْسَطُ
Jika tidak ada Dua orang laki laki
فَإِلَّمْ يَكُوْنَا رَجُلَيْنِ
Disisi allah
عِنْدَ اللهِ
Maka seorang lelaki
فَرَجُلٌ
Dan menguatkan persaksian
وَأَقْوَمُ لِلشَّهادَةِ


Lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) kerugian
وَأَدْنَآ أَلاَّ تَرْتَبُوا
Tabel. 2 Makna Kata Sulit

 Mayoritas ulama berpendapat bahwa penegasan hutang dengan tulisan dan saksi adalah disunnahkan. Imam Syafi’i menyatakan, “Ketika Allah memerintahkan gadaian bila tidak mendapatkan penulis, kemudian membolehkan mereka meninggalkan gadaian itu, jika saling mempercayai diantara kedua pihak. Itu menunjukkan bahwa perintah disitu hanya berupa anjuran, bukan perintah wajib dimana orang yang meninggalkannya akan berdosa.[12]
Imam Syafi’i berkata, utang piutang termasuk transaksi jual beli. Karena itu dalam transaksi ini Allah memerintahkan adanya persaksian. Allah SWT menjelaskan maksud perintah tersebut, yaitu menunjukkan bahwa Allah SWT menetapkan persaksian untuk berjaga-jaga dan berhati-hati, bukan sebagai ketetapan hukum yang bersifat wajib. Adapun ketika Allah Swt memerintahkan tentang pencatatan (faktubuuhu), kemudian memberi keringanan jika transaksi dilakukan dalam perjalanan dan tidak ditemukan pencatat, maka perintah tersebut bisa mengandung hukum wajib.[13]
                  


2.       Surat Al-Baqarah : 280
bÎ)ur šc%x. rèŒ ;ouŽô£ãã îotÏàoYsù 4n<Î) ;ouŽy£÷tB 4 br&ur (#qè%£|Ás? ׎öyz óOà6©9 ( bÎ) óOçFZä. šcqßJn=÷ès? ÇËÑÉÈ
 “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.

Kata وَ اِنْ كَانَ  dan jika dia yakni orang yang berhutang itu –  ذُوعُسْرَةٍ Dalam kesulitan, maka  فَنَظِرَةٌ hendaklah diberi tangguh maksudnya hendaklah kamu mengundurkan pembayarannya اِلَى مَيْسَرَةٍ (sampai ia berkelapangan) dibaca maisarah atau maisurah- وَاَنْ تَصَدَّقُوْا dan jika kamu menyedekahkannya, artinya adalah mengeluarkan sedekah kepada orang yang sedang dalam kesusahan itu dengan jalan membebaskannya dari hutang - baik sebagian maupun keseluruhan-اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ خَيْرٌلَّكُمْ (itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui). Bahwa demikian itu baik, maka kerjakanlah, karena  Barangsiapa yang memberi tangguh orang yang dalam kesusahan atau membebaskannya dari hutang maka Allah akan melindunginya dalam naungannya disaat tak ada naungan selain naungan Nya.[14]
Menurut jumhur ulama, ayat ini umum kepada segenap orang yang berhutang yang sedang dalam kesukaran. Sedangkan pada “Dan menyedekahkan itu, lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”, menurut Suddi, Ibnu Zaid dan Dahhaq, menyedekahkan piutangnya baik sebagian maupun semuanya kepada orang yang berhutang yang berada dalam kesukaran itu lebih baik daripada memberinya tempo.[15]
Apabila ada seseorang dalam keadaan dan situasi sulit, atau akan terjerumus dalam kesulitan bila membayar hutangnya, tangguhkan penagihan sampai ia lapang. Jangan menagihnya jika kamu mengetahui kesempitannya, apalagi memaksa membayar dengan sesuatu yang amat dia butuhkan. Pada setiap detik ia menangguhkan dan menahan diri untuk tidak menagih, maka setiap saat itu pula allah memberinya ganjaran pahala yang berlipat ganda. Allah melipat gandakan karena katika itu, yang meminjamkan mengharap pinjamannya kembali, tetapi tertunda, dan diterimanya penundaan itu dengan sabar dan lapang dada.[16] Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ قُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَرَ اللهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالْاَخِرَةِ ...(أخرجه مسلم)
“Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa melepaskan dari seorang muslim satu kesusahan dri kesusahan-kesusahan di dunia, niscaya allah melepaskan dia dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barangsiapa memberi kelonggaran kepada seorang yang susah, niscaya allah akan memberi kelonggaran baginya di sdunia dan di akhirat”.(HR. Muslim)[17]
Rasulullah bersabda:
عَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صلَى الله عَلَيْهِ و سلم : (تَلَقَّتِ المَلَا ئِكَةُ رُوحَ رَجُلٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ قَالُوا : أَعَمِلْتَ مِنَ الْخَيْرِ شَيْأً ؟ قَالَ : كُنْتُ آمُرُ فِتْيَانِي أَنْ يُنْظِرُوا المُعْسِرَ وَ يَتَجَا وَزُوا عَنِ الْمُسِرِ, فَتَجَا وَزَ اللهُ عَنْهُ)
“Ada seorang laki-laki yang hidup di zaman sebelum kalian. Lalu datanglah seorang malaikat maut yang akan mencabut rohnya. Dikatakan kepadanya (oleh malaikat maut): “Apakah engkau telah berbuat kebaikan?” Laki-laki itu menjawab: “Aku tidak mengetahuinya.” Malaikat maut berkata: “ Telitilah kembali apakah engkau telah berbuat kebaikan.” Dia menjawab: “Aku tidak mengetahui sesuatu pun amalan baik yang telah aku lakukan selain bahwa dahulu aku suka berjual beli barang dengan manusia ketika di dunia dan aku selalu mencukupi kebutuhan mereka. Aku memberi keluasan dalam pembayaran hutang bagi orang yang memiliki kemampuan dan aku membebaskan tanggungan orang yang kesulitan.” Maka Allah (dengan sebab itu) memasukkannya ke dalam surga.” (HR. Bukhari III/1272 no.3266)[18]
Allah tidak mempersulit orang yang berhutang kecuali mereka dalam kondisi kaya. Rasulullah SAW bersabda :
مَطْلُ الْغَنِيُّ ظُلْمٌ
“penundaan pembayaran hutang orang yang kaya adalah zalim”(HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Nasa’i)[19]

Orang yang disebut zalim itu ialah orang (yang berhutang) yang tidak mau membayar hutangnya, padahal ia mampu untuk itu.[20] Karena setiap yang dipinjamkan itu wajib mengembalikan.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
وَالْعَارِيَةُ مُؤَدَّاةٌ
“Ariyah (barang pinjaman) adalah barang yang wajib dikembalikan.”[21]
           
Menurut penulis, makna yang disampaikan dalam hadist diatas tidak hanya berlaku untuk barang/benda yang dipinjamkan saja, melainkan juga dapat dianalogikan kepada pinjaman uang. Karena pada dasarnya hutang itu meliputi hutang terhadap uang dan hutang terhadap harta benda.

3.      Surat An-Nisa : 11
... .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur ÓÅ»qム!$pkÍ5 ÷rr& AûøïyŠ 3 ...
 “(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya”

Dalam ayat diatas, ditegaskan bahwa wajib terlebih dahulu dibayar hutang, yaitu hutang kepada makhluk.[22]

4.      Surat Al-Maidah : 1
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& ÏŠqà)ãèø9$$Î/ ...
                        “Hai orang-orang yang beriman, Penuhilah akaq-akaq itu...”
Dalam tafsir Jalalain, ayat diatas bermakna perjanjian yang terpatri di antara kamu dengan Allah maupun dengan sesama manusia[23], maka termasuklah didalamnya memenuhi akad perjanjian hutang piutang setelah waktu yang ditentukan tiba, dimana orang yang berhutang wajib mengembalikan hutangnya. Termasuk cara yang baik dalam melunasi hutang apabila melunasinya tepat pada waktu pelunasan yang telah ditentukan dan disepakati oleh kedua belah pihak (pemberi dan penerima hutang), melunasi hutang di rumah atau tempat tinggal pemberi hutang, dan semisalnya.[24]
Sabda Rasulullah SAW :
عَنْ أبى هُرَيْرَه ر رَضِيَ اللهُ عَنْه قَال رَسُولُ الله صلى الله عليه و سلم : إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً
“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda : sebaik-baik kalian ialah orang yang paling baik dalam mengembalikan hutang.(HR. Bukhari)
Dalam hadist lain Rasulullah SAW  bersabda :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَة رضي الله عنه النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلّم قًال : مَنْ أَخَذَ أَمْوَال عَلَى النَّسِ يُرِيْدُ أَدَأَهَا أَدَّ اللهُ عَنْهُ , وَ مَنْ أَخَذَ يُرِيْدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ
             “Dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang mengambil harta orang lain (berhutang) dengan tujuan untuk membayarnya (mengembalikannya), maka Allah akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak melunasinya) maka Allah akan membinasakannya”. (HR. Bukhari, II/841 bab man akhodza amwala an-naasi yuridu ada’aha, no. 2257)

Jadi, dari uraian panjang diatas, maka penulis menyimpulkan beberapa hal penting yang merupakan indikator dari tata krama dalam melakukan transaksi hutang piutang yang melibatkan kedua pihak (muqridh, dan muqtaridh) diantaranya :
a)      Transaksi hutang piutang harus ditulis dan dipersaksikan secara benar dan jujur.
b)      Saksi dapat berasal dari laki-laki maupun perempuan yang dipilih dari orang-orang yang kamu ridhai (berada disekitar).
c)      Setiap transaksi piutang diniatkan untuk tabarru’ dan tidak diperbolehkan mengambil keuntungan dari orang yang berhutang.
d)     Pihak yang berpiutang dianjurkan untuk memberi penangguhan pembayaran kepada orang yang berhutang jika mereka dalam kesukaran. Bahkan ketika mampu menyedekahkan hutang tersebut, itulah yang lebih baik disisi Allah.
e)      Pihak yang berhutang hendaklah berusaha menyegerakan untuk mengembalikan/melunasi hutangnya, dan wajib jika  waktu jatuh tempo telah tiba dengan cara yang baik.

D.    Hak Bagi Orang yang Berhutang
1.      Surat At-Taubah : 60
* $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ

Kata وَاْلغَارِمِيْنَ (orang-orang yang berhutang) artinya orang-orang yang mempunyai hutang, dengan syarat bila ternyata utang mereka bukan untuk tujuan maksiat; atau mereka telah bertobat dari maksiat, hanya mereka tidak memiliki kemampuan untuk melunasi utangnya, atau diberikan kepada orang-orang yang sedang bersengketa demi untuk mendamaikan mereka, sekalipun mereka adalah orang-orang yang berkecukupan.[25]
Dalam Tafsir AL-Maragi terjemahan, kata Al-Gharimiina  termasuk mustahik zakat karena dilatar belakangi oleh kebiasaan bangsa Arab apabila terjadi pertikaian antara mereka yang disebabkan oleh hutang atau sebagainya, maka salah seorang dari mereka bangkit untuk bederma dan membayarnya, agar pertikaian yang berkobar menjadi padam.[26]
Jadi, penulis menyimpulkan bahwa orang yang berhutang seperti yang dijelaskan sebelumnya, merupakan hak bagi mereka untuk mendapatkan atau menerima zakat.

E.     Penegasan Islam terhadap Hutang Piutang
Islam menganjurkan umatnya untuk saling tolong menolong dalam kehidupan, termasuk untuk membantu orang lain yang sedang dalam kesusahan, misalnya memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan. Namun dalam hal berhutang, atau ingin meminta dihutangi, hendaklah hal tersebut dihindari, karena ia merupakan kesedihan dimalam hari dan kehinaan di siang hari. Sebagaimana disebutkan dalam Hadist :
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
Jiwa orang mukmin bergantung pada hutangnya hingga dilunasi.” (HR. Ibnu Majah II/806 no.2413, dan At-Tirmidzi III/389 no.1078. dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Alba(

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنِ

“Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali hutangnya.” (HR. Muslim III/1502 no.1886, dari Abdullah bin Amr bin Ash)

 مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِىءٌ مِنْ ثَلاَثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنَ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ
“Barangsiapa yang rohnya berpisah dari jasadnya dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya masuk surga: (pertama) bebas dari sombong, (kedua) dari khianat, dan (ketiga) dari tanggungan hutang.(HR. Ibnu Majah II/806 no: 2412, dan At-Tirmidzi IV/138 no: 1573. Dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani)
            Dari hadist diatas, dapat penulis pahami bahwa sesungguhnya hutang merupakan suatu beban dan perihal yang membahayakan bagi seseorang, jika dilanda oleh kesusahan fikiran karena hutang, apalagi jika sampai meninggal dalam keadaan berhutang. Maka ia (hutang) itu akan menghalangi jalan ke surga. Namun, pada zaman yang modern saat sekarang ini kebiasaan untuk malakukan pinjaman sudah semakin berkembang, terutama bagi kalangan pengusaha, atau sederhananya pedagang di pasar tradisonal pun menggunakan cara pinjaman dalam memperoleh tambahan modal, bahkan memulai usahanya dengan modal pinjaman dikarenakan tak memiliki modal pribadi. Apakah ini termasuk alasan yang mendesak sehingga harus melakukan pinjaman ?, bagaimana dengan keperluan pendidikan seorang anak, yang dipenuhi oleh orang tuanya dengan jalan meminta dipinjami kepada seseorang yang lain atau lembaga keuangan syariah.


BAB III
PENUTUP



A.    Komentar Penulis
              Adapun setelah pembahasan hutang piutang, penulis mempunyai beberapa komentar, diantaranya persoalan bagaimana tata cara dalam melakukan akad hutang piutang. Islam memang mengaturnya sedemikian rupa sehingga transaksi ini tidak menimbulkan kerugian bagi masing-masing pihak di hari kemudian. Pihak yang berpiutang misalnya, mereka disunnahkan untuk memberi penangguhan waktu maupun pengembalian hutang apabila pihak yang berhutang memang dalam keadaan tidak mampu untuk melunasi hutang pada waktu yang telah dijanjikan. Namun pada realita sekarang, penulis menemukan beberapa fakta terkait dengan hutang piutang.
              Pada kehidupan sekarang misalkan secara sederhana, transaksi perorangan untuk hutang piutang banyak terjadi, namun kebanyakan dari masyarakat tidak menuliskan hutang dikarenakan salah satunya karena ada keseganan, atau karena memiliki hhubungan kerabat, takut dipahami ada ketidakpercayaan, atau dikarenakan jumlah hutang yang kecil, atau memang dilandasi rasa kepercayaan antara kedua belah pihak dalam jangka waktu tertentu. Untuk pihak yang berpiutang, ada sebagian permasalahan di masyarakat ketika mereka belum bisa memberikan kelapangan, bahkan terkesan menyulitkan kepada pihak yang berhutang yang belum sanggup membayar hutangnya dengan alasan syar’i. Di sisi penghutang pun, terkadang menyimpang dari apa yang telah ditetapkan syara’ dalam berhutang. Hal ini menunjukkan kurangnya pengetahuan dan kesadaran masing-masing pihak terhadap aturan Islam ketika bertransaksi hutang piutang, sehingga pada akhirnya, transaksi hutang piutang tidak menjadi sebuah ibadah, melainkan menimbulkan efek merusak hubungan baik, rasa persaudaraan antara kedua pihak.
             
B.     Kesimpulan
Islam telah mensyariatkan pinjaman dan diperbolehkannya bertransaksi hutang piutang. Hukum ini bersumber dari Al-Quran dan hadist serta penetapan ijma’ para ulama. Ketentuan mengenai cara dan tata krama dalam bertransaksi juga diatur secara syar’i demi terwujudnya kemashlahatan dan rasa persaudaraan yang baik diantara sesama. Bahkan memberi pinjaman kepada orang yang membutuhkan itu merupakan suatu ibadah yang pahalanya berlipat ganda. Insyallah
            Kedua pihak yang melakukan transaksi harus sudah baligh dan berakal,  telah mengerti dengan hukum (mukallaf), sehingga mereka dapat melakukan akad dengan shahih.  Adapun kewajiban dan hak masing masing pihak (yang berpiutang dan yang berhutang) juga telah diterangkan dalam Al-Quran dan sunnah, untuk peminjam disunnahkan untuk mengembalikan pinjaman itu sesegera mungkin, atau saat jatuh tempo dengan cara yang baik. Sedangkan bagi yang berpiutang hendaklah memberi kelapangan kepada mereka (orang yang berhutang) jika dalam keadaan kesukaran.
            Islam memang memperbolehkan umat manusia untuk melakukan pinjaman, namun Islam menyuruh umatnya agar menghindari hutang semaksimal mungkin, jika ia mampu membeli dengan tunai atau tidak dalam keadaan kesempitan ekonomi. Karena hutang  merupakan penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan disiang hari. Apabila seorang muslim meninggal dunia dalam keadaan berhutang, maka diampuni segala dosanya kecuali. Selain itu, jiwa orang mukmin bergantung pada hutangnya hingga dilunasi. Begitu tegas ketetapan Allah SWT terhadap pelaksanaan hutang yang memang menjadi beban dalam kehidupan baik di dunia maupun di akhirat. Karena kebaikan semasa hidup bisa menjadi penebus hutang-hutangnya ketika hidup di dunia. Wallahu a’lam





C.    Rekomendasi dan Saran
Setelah penyusunan  makalah hutang piutang ini diselesaikan, maka  penulis memperoleh ilmu yang lebih dalam, mendapatkan faedah dan pemahaman yang lebih baik dari sebelum adanya makalah ini. Sehingga muncullah beberapa rekomendasi dan saran yang akan penulis ungkapkan, diantaranya :
1.      Sebagai mahasiswa yang telah mengetahui konsep hutang piutang secara Islam, hendaklah mampu mengamalkannya dalam kehidupan.
2.      Mahasiswa sebagai kaum intelektual  berusaha mengingatkan dan meluruskan kebiasaan sebgian masyarakat yang mereka ketahui melakukan praktek hutang piutang tidak sesuai dengan Syara’.
3.      Membiasakan diri untuk meringankan kesusahan orang lain sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, baik itu melalui pinjaman harta, pengorbanan tenaga dan juga fikiran. Karena hal ini merupakan amal kebajikan yang disukai Allah.
4.      Bagi orang yang berhutang, supaya berusaha untuk melunasi hutangnya sesegera mungkin, dan akan lebih baik jika mereka mampu untuk menghindari untuk tidak berhutang kecuali terdesak.














DAFTAR KEPUSTAKAAN


Ahmad Mustafa Al-Maragi, terjemah Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra)
Departemen Agama. 2007. Al-Quran dan Terjemahan. (Surabaya : Mega Jaya Abadi)
Hulwati. 2009. Ekonomi Islam. (Ciputat : Ciputat Press Group)
Karim, Adiwarman. 2004. Fiqh Ekonomi Keuangan Islam. (Jakarta : Darul Haq) Sohari, dkk. 2006. Hadist Tematik. (Jakarta : Diadit Media)Imam Jalaluddin Al-
Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti. 2003. Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul  jilid 1 (Bandung : Sinar Baru Algensindo)
Mardani. 2011. Ayat-ayat dan Hadist Ekonomi Syariah. ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Press)
M. Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta : Lentera Hati)
Sabit, Sayyid. 1987. Fiqh as-Sunnah, (Dar Al-Kitab al ‘Arabi : Bairut)
Syeikh Ahmad Mustafa Al-Farran. 2007. Tafsir Imam Syafi’i . (Jakarta Timur : Almahira)
Syeikh H. Abdul Haalim Hasan. 2006. Tafsir Al-Hakam. (Jakarta : Kencana)





















[1] Hulwati, Ekonomi Islam, (Ciputat : Ciputat Press Group) hal, 47-48
[2] Al-Jaziry, kitab Al-Fiqh ‘Ala Mudhahib al Arba’ah ,( dalam buku Hulwati), ibid
[3] Adiwarman Karim, Fiqh Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta : Darul Haq) hal. 260
[4] Muhammad asy-Syarbini , Mughni al-Muhtaj,  juz 2, hal. 263
[5] Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh, ‘ala mudhahib al-arba’ah, maktabah tijarah kubra, 1969, juz 2, hal 271
[6] (Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, hal. 67)

[7] Depertemen Agama RI, Alquran dan Terjemahan  (Surabaya : Mega Jaya Abadi, 2007), hal. 31
[8] Ibid, hal. 430
[9] HR Ibnu Majah dari hadits ibnu Mas`ud Ra (2430) (3/153). Lihat dalam buku Adiwarman Karim, Fiqih Ekonomi Keuangan Islam, ( Jakarta : Darul Haq, 2004),hal. 261
[10] Sohari, dkk, Hadist tematik, (Jakarta : Diadit Media, 2006) hal. 211
[11] Adiwarman Karim, Fiqih Ekonomi Keuangan Islam,  (Jakarta : Darul Haq, 2004), hal. 261
[12] Syaikh Ahmad Mustafa al –Farran,  Tafsir Al-Imam Asy-Syafi’i, (Jakarta : Almahira, 2008) hal. 501-502
[13] Ibid, hal. 262
[14] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, 2003. Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul  jilid 1 (Bandung Sinar Baru Algensindo), hal. 155-156
[15] Syeikh H. Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Hakam, (Jakarta : Kencana, 2006) hal. 166
[16]  M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hal. 727-728
[17] H. Muhmmad Syafi’i dalam Sohari, Hadist Tematik, (Jakarta : Diadit media, 2006 ) hal. 205
[18]   Imam Az-Zabidi, Ringkasan ShahihAl- Bukhari , (Bandung : PT. Mizan Pustaka, 2004), hal. 391
[19]  Syaikh Ahmad Mustafa al –Farran,  Tafsir Al-Imam Asy-Syafi’i, (Jakarta : Almahira, 2008) hal. 496
[20] Syeikh H. Abdul Halim Hasan, ibid, hal. 167
[21]  Mardani, Ayat-Ayat dan Hadist Ekonomi Syariah. (Jakarta : PT Raja Gafindo, 2011) hal. 201
[22] Syeikh Abdul Halim Hasan, ibid, hal. 212
[23] Imam Jalaluddin Al-Muhalli, ibid
[24] Adiwarman Karim, ibid, hal. 265
[25] Imam Jalaluddin Mulaili, ibid 
[26] Ahmad Mustafa Al-Maragi, terjemah Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra) hal. 244

2 komentar:

  1. Saya ingin memberikan semua kemuliaan kepada Allah SWT untuk apa yang Dia gunakan untuk dilakukan Ibu Rossa dalam hidup saya, nama saya Mira Binti Muhammad dari kota bandung di indonesia, saya seorang janda dengan 2 anak, suami saya meninggal dalam kecelakaan mobil dan sejak saat itu hidup menjadi sangat kejam bagi saya dan keluarga saya dan saya telah mencoba beberapa kali untuk mendapatkan pinjaman dari bank-bank di Indonesia dan saya ditolak dan ditolak karena saya tidak memiliki agunan dan tidak dapat memperoleh pinjaman dari bank dan saya sangat sedih
    Pada hari yang penuh pengabdian ini saat saya menjelajahi internet, saya melihat kesaksian Nyonya Annisa tentang bagaimana dia mendapat pinjaman dari Ibu Rossa dan saya menghubungi dia untuk bertanya tentang perusahaan pinjaman ibu Rossa dan bagaimana benar pinjaman dari ibu Rossa dan dia memberi tahu saya itu benar dan saya menghubungi Ibu Rossa dan setelah mengajukan permohonan pinjaman saya dan pinjaman saya diproses dan disetujui dan dalam 24 jam saya mendapatkan uang pinjaman saya di rekening bank saya dan ketika saya memeriksa akun saya, uang pinjaman saya masih utuh dan saya sangat senang dan saya telah berjanji bahwa saya akan membantu untuk memberi kesaksian kepada orang lain tentang perusahaan pinjaman ibu rossa, jadi saya ingin menggunakan media ini untuk memberi saran kepada siapa saja yang membutuhkan pinjaman untuk menghubungi Ibu Rossa melalui email: rossastanleyloancompany@gmail.com dan Anda dapat juga hubungi saya melalui email saya: mirabintimuhammed@gmail.com untuk informasi dan juga teman-teman saya Annisa Barkarya melalui email: annisaberkarya@gmail.com

    BalasHapus
  2. PINJAMAN THERESA

    Kami saat ini menyediakan pinjaman untuk taruhan Asia Tengah, Amerika, dunia liar

    negara, dll. @ 2% Suku Bunga tanpa PENGENDALIAN KREDIT dari USD5000, hingga miliaran dolar selama 12-144 Bulan.

    Remunerasi Pinjaman kami dimulai dalam 3 bulan setelah penerima menerima pinjaman pada hari persetujuan dan kami menawarkan variasi

    pinjaman, termasuk:
    * Konsolidasi hutang
    * Pinjaman Bisnis
    * Pinjaman pribadi
    * Kredit Pemilikan Rumah
    * Kredit Pembiayaan Mobil

    ✔. Daftar hitam bisa berlaku

    ✔. TANPA CHECK KREDIT

    ✔. Tinjauan hutang atau perintah pengadilan mungkin berlaku

    ✔.ETC dapat diterapkan.
    Pinjaman Tunai Theresa Perusahaan ini adalah a

    film pinjaman terdaftar dan resmi dan kami menawarkan pinjaman kepada semua warga yang masuk daftar hitam, TANPA PERIKSA KREDIT.

    Ajukan sekarang dengan nomor ponsel Anda, nomor ID, nama lengkap, jumlah pinjaman dan periode pinjaman ke Email

    : Theresaloancompany@gmail.com nomor kantor ++ 12817208403

    Untuk kejelasan lebih lanjut, jangan ragu untuk menghubungi kami atau WhatsApp (+12817208403).

    Salam Hormat,

    Ada

    Pengiklan Pinjaman (Pr),

    Pinjaman theresa 📩

    BalasHapus