BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hutang Piutang
Dalam
Islam, konsep hutang terdiri dari dua, hutang melalui pinjaman dan hutang
melalui pembiayaan. Hutang pinjaman bermakna hutang yang muncul disebabkan oleh
pinjaman, baik pinjaman barang maupun pinjaman uang. Sedangkan hutang melalui pembiayaan, seperti
hutang yang timbul karena adanya transaksi perdagangan.[1]
Dalam Al-Quran, terdapat beberapa ayat yang
berkaitan tentang hutang. Diantaranya dalam Surat Al-Baqarah : 245, 280 dan
282, surat An-Nisa : 11, At-Taubah : 60, Surat Hadid : 11, yang merupakan pokok
bahasan tentang hutang. Selain itu, ada beberapa ayat lain yang penulis
hubungkan dengan topik pembahasan.
Beberapa
kata yang dimaknai ke dalam hutang (
دَيْن) atau pinjaman yaitu القَطْعُ yang berarti memotong. Hutang
piutang disebut al-qardh dengan
makna harta yang diberikan kepada orang yang berhutang dan suatu saat akan
diminta kembali. Seolah-olah engkau memotongnya dari hartamu.[2]
Pengertian Qardh secara istilah menyerahkan harta kepada orang yang
menggunakannya untuk dikembalikan lagi suatu saat.[3] Golongan Hanafiyah mengartikan
sebagai harta yang diberikan seseorang dari maal
mitsli untuk kemudian
dibayar atau dikembalikan. Sedangkan Golongan Safi’iyah berpendapat bahwa qardh
adalah: sesuatu yang diberikan kepada orang lain, yang suatu saat harus
dikembalikan. Hanbaliyah berpendapat qardh yaitu memberikan harta kepada
orang yang memanfaatkannya dan kemudian mengembalikan penggantiannya.
Selain
al-qardh, lafazh ‘ariyah juga berarti pinjaman. ‘Ariyah menurut bahasa diambil dari
kata ( عَارَ )‘aara yang
berarti datang dan pergi. Menurut pendapat lain, ‘ariyah
berasal dari kata ta’aawur atau attanaawulu
awittanaawubu yang artinya saling menukar dan mengganti yakni
dalam hal pinjam meminjam.[4]
‘Ariyah menurut syara’ terbagi
ke dalam beberapa pendapat, diantaranya :
a)
Menurut Hanafiyah :
“Pemilikan manfaat secara cuma-cuma”.
b)
Menurut Malikiyah :
“Pemilikan manfaat dalam waktu tertentu tanpa pengembalian imbalan
c)
Menurut Syafi’iyah :
“Kebolehan mengambil manfaat dari seseorang yang membebaskannya,
apa yang mungkin untuk dimanfaatkan, serta tetap zat barangnya
supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya”
d)
Menurut Hanabilah :
“Kebolehan memanfaatkan suatu zat barang tanpa imbalan dari
peminjam atau yang lainnya”.[5]
e)
Sayyid Sabiq dalam
kitabnya Fiqh As-Sunnah menerangkan bahwa ‘Ariyah
adalah kebolehan mengambil manfaat barang-barang yang
diberikan oleh pemiliknya kepada orang lain dengan tanpa ganti rugi.[6]
Jadi, dari beberapa
pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa unsur-unsur dari hutang piutang
itu diantaranya adanya pihak yang memberikan pinjaman dan yang menerima
pinjaman, ada pemberian harta untuk dimanfaatkan oleh yang menghutanginya, dan kewajiban
untuk mengembalikan pinjaman tersebut di kemudian hari berdasarkan akad yang
disepakati.
B. Dalil tentang Hukum Hutang-Piutang
1.
Surat Al-Baqarah
: 245
`¨B #s Ï%©!$# ÞÚÌø)ã ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym ¼çmxÿÏè»Òãsù ÿ¼ã&s! $]ù$yèôÊr& ZouÏW2 4
ª!$#ur âÙÎ6ø)t äÝ+Áö6tur Ïmøs9Î)ur cqãèy_öè? ÇËÍÎÈ
Arti
|
Bacaan
|
Arti
|
Bacaan
|
Orang yang meminjamkan
|
يُقْرِضُ
|
Lipat ganda yang banyak
|
أَضْعَفًا
كَثِيْرَةً
|
Pinjaman yang baik
|
قَرْضً
حَسَنًا
|
Menyempitkan
|
يَقْبِضُ
|
Maka akan dilipatgandakan
|
فَيُضَاعِفَهُ
|
Melapangkan
|
وَ يَبْصُطُ
|
Kepadanya (orang yang meminjamkan)
|
لَهُ
|
Dan kepada Allah tempat kamu kembali
|
وَ
إِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
|
Tabel 1. Makna Mufradat
Terjemahan
: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan memperlipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”(QS. Al-Baqarah
: 245)[7]
2. Surat Al-Hadid : 11
ƨB
#s
Ï%©!$#
ÞÚÌø)ã
©!$#
$·Êös%
$YZ|¡ym
¼çmxÿÏè»Òãsù
¼çms9
ÿ¼ã&s!ur
Öô_r&
ÒOÌx.
ÇÊÊÈ
Terjemahan
: “ Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan
(balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.”[8]
Makna
|
Kosakata
|
Makna
|
Kosakata
|
Untuknya
|
لَهُ
|
Barangsiapa
yang mau
|
مَنْ ذَا الَّذِي
|
Dan dia
mendapatkan pahala yang banyak
|
و لَهُ أَجِرٌ كَرِيْم
|
Meminjamkan
kepada allah
|
يُقْرِضُ اللهُ
|
Pinjaman
yang baik
|
قَرْضًا حَسَنًا
|
Maka pahala
yang berlipat ganda
|
فَيُضَعِفَهُ
|
Tabel.
3 Makna Kosakata ayat
Adapun
dalil pendukung yaitu hadist dari Ibnu Majah :
مَا
مِنْ مُسْلِمٍ يَقْرِضُ مُسْلِمًا مَرَّتَيْنِ إِلاَّ كَانَ كَصَدَقَهٍ مَرَّةً
“Setiap muslim yang memberikan pinjaman kepada sesamanya dua kali,
maka dia itu seperti orang yang bersedekah satu kali.”[9]
وَ
مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً
فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَمَةِ
(رواه مسلم)
“Dan barangsiapa membebaskan kesusahan
orang muslim di dunia, niscaya Allah SWT membebaskan kesusahannya di hari
kiamat” (HR. Muslim)
Lafazh “kurbatun” mempunyai makna : ألهَمَ الَّذِي
يَاخُدُ النَّفْسَ
artinya kesulitan dan kesusahan
yang mengancam seseorang. Maka, melalui hadist ini Rasulullah SAW
menegaskan dan membangkitkan kita untuk berusaha untuk membantu seseorang
apabila ia berada dalam kesulitan.[10]
Sementara tentang ijma’, para ulama kaum muslimin telah berijma’ tentang
disyariatkannya peminjaman.[11]
Jadi penulis menyimpulkan bahwa hukum meminjam
(berhutang) dalam islam adalah boleh. Sedangkan hukum memberi pinjaman (berpiutang)
dalam syariat Islam hukumnya sunnah, dan bisa berubah menjadi wajib apabila ia
bertujuan untuk memenuhi keperluan yang begitu mendesak, seperti menderita
kelaparan, atau sedang terkena musibah bencana alam . Orang yang memberikan
hutang atau pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah sebuah
kebajikan yang disukai dan dianjurkan, karena ada balasan pahala yang berlipat
ganda yang dijanjikan oleh Allah SWT.
C. Tata Krama dalam Bertransaksi Hutang – Piutang
1. Surat
Al-Baqarah : 282
$ygr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#þqãZtB#uä
#sÎ)
LäêZt#ys?
AûøïyÎ/
#n<Î)
9@y_r&
wK|¡B
çnqç7çFò2$$sù =çGõ3uø9ur
öNä3uZ÷/
7=Ï?$2
ÉAôyèø9$$Î/
4 wur
z>ù't
ë=Ï?%x.
br&
|=çFõ3t
$yJ2
çmyJ¯=tã
ª!$#
4 ó=çGò6uù=sù
È@Î=ôJãø9ur
Ï%©!$#
Ïmøn=tã
,ysø9$#
È,Guø9ur
©!$#
¼çm/u
wur
ó§yö7t
çm÷ZÏB
$\«øx©
4 bÎ*sù
tb%x.
Ï%©!$#
Ïmøn=tã
,ysø9$#
$·gÏÿy
÷rr&
$¸ÿÏè|Ê
÷rr&
w ßìÏÜtGó¡o
br&
¨@ÏJã
uqèd
ö@Î=ôJãù=sù
¼çmÏ9ur
ÉAôyèø9$$Î/
4 (#rßÎhô±tFó$#ur
ÈûøïyÍky
`ÏB
öNà6Ï9%y`Íh
( bÎ*sù
öN©9
$tRqä3t
Èû÷ün=ã_u
×@ã_tsù
Èb$s?r&zöD$#ur
`£JÏB
tböq|Êös?
z`ÏB
Ïä!#ypk¶9$#
br&
¨@ÅÒs?
$yJßg1y÷nÎ)
tÅe2xçFsù
$yJßg1y÷nÎ)
3t÷zW{$#
4 wur
z>ù't
âä!#ypk¶9$#
#sÎ)
$tB
(#qããß
4 wur
(#þqßJt«ó¡s?
br&
çnqç7çFõ3s?
#·Éó|¹
÷rr&
#·Î72
#n<Î)
¾Ï&Î#y_r&
4 öNä3Ï9ºs
äÝ|¡ø%r&
yZÏã
«!$#
ãPuqø%r&ur
Íoy»pk¤¶=Ï9
#oT÷r&ur
wr&
(#þqç/$s?ös?
( HwÎ)
br&
cqä3s?
¸ot»yfÏ?
ZouÅÑ%tn
$ygtRrãÏè?
öNà6oY÷t/
}§øn=sù
ö/ä3øn=tæ
îy$uZã_
wr&
$ydqç7çFõ3s?
3 (#ÿrßÎgô©r&ur
#sÎ)
óOçF÷èt$t6s?
4 wur
§!$Òã
Ò=Ï?%x.
wur
ÓÎgx©
4 bÎ)ur
(#qè=yèøÿs?
¼çm¯RÎ*sù
8-qÝ¡èù
öNà6Î/
3 (#qà)¨?$#ur
©!$#
( ãNà6ßJÏk=yèãur
ª!$#
3 ª!$#ur
Èe@à6Î/
>äóÓx«
ÒOÎ=tæ
ÇËÑËÈ
“Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan
benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang
itu mengimlakkan (apa yang ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang
berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri
tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).
Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka
seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis hutang
itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu,
lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat
kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika
mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada
dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu
berjual beli ; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika
kamu lakukan (yang demikian) maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan
pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah ; Allah mengajarmu ; dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu”.
Arti
|
Kosa
kata
|
Arti
|
Kosa
kata
|
Apabila
bertransaksi muamalah tidak secara tunai
|
إِذَ
تَدَيَنْتُمْ بِدَيْنٍ
|
Dan
dua orang perempuan
|
وَمْرَأَتَايْنِ
|
Untuk
waktu yang ditentukan
|
إِلىَ
أَجَلٍ مُسَمَّى
|
Dan
jangalah kamu enggan
|
وَلاَ
يَأْبَ الشُّهَدَآءُ
|
Maka
tuliskanlah
|
فَاكْتُبُوْهُ
|
Apabila
dipanggil
|
مَا دُعُواْ
|
Dan
persaksikanlah
|
وَاسْتَشْهِدُ
|
Dan
janganlah jemu
|
وَلاَ
تَسْئَمُو
|
Dua
orang saksi
|
شَهِدَيْنِ
|
Menuliskannya
|
تَكْتُبُوْهُ
|
Dari
orang-orang lelaki
|
مِنْ رِّجَا
لِكُم
|
Demikian
itu lebih adil
|
ذَلِكُمْ
أَقْسَطُ
|
Jika
tidak ada Dua orang laki laki
|
فَإِلَّمْ
يَكُوْنَا رَجُلَيْنِ
|
Disisi
allah
|
عِنْدَ
اللهِ
|
Maka
seorang lelaki
|
فَرَجُلٌ
|
Dan
menguatkan persaksian
|
وَأَقْوَمُ
لِلشَّهادَةِ
|
Lebih
dekat kepada tidak (menimbulkan) kerugian
|
وَأَدْنَآ
أَلاَّ تَرْتَبُوا
|
Tabel.
2 Makna Kata Sulit
Mayoritas
ulama berpendapat bahwa penegasan hutang dengan tulisan dan saksi adalah
disunnahkan. Imam Syafi’i menyatakan, “Ketika Allah memerintahkan gadaian bila
tidak mendapatkan penulis, kemudian membolehkan mereka meninggalkan gadaian
itu, jika saling mempercayai diantara kedua pihak. Itu menunjukkan bahwa
perintah disitu hanya berupa anjuran, bukan perintah wajib dimana orang yang
meninggalkannya akan berdosa.[12]
Imam Syafi’i berkata, utang piutang
termasuk transaksi jual beli. Karena itu dalam transaksi ini Allah
memerintahkan adanya persaksian. Allah SWT menjelaskan maksud perintah
tersebut, yaitu menunjukkan bahwa Allah SWT menetapkan persaksian untuk
berjaga-jaga dan berhati-hati, bukan sebagai ketetapan hukum yang bersifat
wajib. Adapun ketika Allah Swt memerintahkan tentang pencatatan (faktubuuhu),
kemudian memberi keringanan jika transaksi dilakukan dalam perjalanan dan tidak
ditemukan pencatat, maka perintah tersebut bisa mengandung hukum wajib.[13]
2. Surat Al-Baqarah : 280
bÎ)ur
c%x.
rè
;ouô£ãã
îotÏàoYsù
4n<Î)
;ouy£÷tB
4
br&ur
(#qè%£|Ás?
×öyz
óOà6©9
(
bÎ)
óOçFZä.
cqßJn=÷ès?
ÇËÑÉÈ
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam
kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan
(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.”
Kata وَ اِنْ كَانَ dan jika dia yakni
orang yang berhutang itu – ذُوعُسْرَةٍ Dalam
kesulitan, maka فَنَظِرَةٌ hendaklah
diberi tangguh maksudnya hendaklah kamu mengundurkan pembayarannya – اِلَى مَيْسَرَةٍ (sampai
ia berkelapangan) dibaca maisarah atau maisurah- وَاَنْ تَصَدَّقُوْا dan
jika kamu menyedekahkannya, artinya adalah
mengeluarkan sedekah kepada orang yang sedang dalam kesusahan itu dengan jalan
membebaskannya dari hutang - baik sebagian maupun keseluruhan-اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ خَيْرٌلَّكُمْ (itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui). Bahwa demikian itu baik, maka kerjakanlah, karena
Barangsiapa yang memberi tangguh orang
yang dalam kesusahan atau membebaskannya dari hutang maka Allah akan
melindunginya dalam naungannya disaat tak ada naungan selain naungan Nya.[14]
Menurut
jumhur ulama, ayat ini umum kepada segenap orang yang berhutang yang sedang
dalam kesukaran. Sedangkan pada “Dan menyedekahkan itu, lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui”, menurut Suddi, Ibnu Zaid dan Dahhaq, menyedekahkan
piutangnya baik sebagian maupun semuanya kepada orang yang berhutang yang
berada dalam kesukaran itu lebih baik daripada memberinya tempo.[15]
Apabila ada seseorang
dalam keadaan dan situasi sulit, atau akan terjerumus dalam kesulitan bila
membayar hutangnya, tangguhkan penagihan sampai ia lapang. Jangan menagihnya
jika kamu mengetahui kesempitannya, apalagi memaksa membayar dengan sesuatu
yang amat dia butuhkan. Pada setiap detik ia menangguhkan dan menahan diri
untuk tidak menagih, maka setiap saat itu pula allah memberinya ganjaran pahala
yang berlipat ganda. Allah melipat gandakan karena katika itu, yang meminjamkan
mengharap pinjamannya kembali, tetapi tertunda, dan diterimanya penundaan itu
dengan sabar dan lapang dada.[16] Rasulullah SAW
bersabda :
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّم : مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ قُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا
نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ
عَلَى مُعْسِرٍ يَسَرَ اللهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالْاَخِرَةِ
...(أخرجه مسلم)
“Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW
bersabda : “Barangsiapa melepaskan dari seorang muslim satu kesusahan dri
kesusahan-kesusahan di dunia, niscaya allah melepaskan dia dari
kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barangsiapa memberi kelonggaran kepada
seorang yang susah, niscaya allah akan memberi kelonggaran baginya di sdunia dan
di akhirat”.(HR. Muslim)[17]
Rasulullah bersabda:
عَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صلَى
الله عَلَيْهِ و سلم : (تَلَقَّتِ المَلَا ئِكَةُ رُوحَ رَجُلٍ مِمَّنْ كَانَ
قَبْلَكُمْ قَالُوا : أَعَمِلْتَ مِنَ الْخَيْرِ شَيْأً ؟ قَالَ : كُنْتُ آمُرُ
فِتْيَانِي أَنْ يُنْظِرُوا المُعْسِرَ وَ يَتَجَا وَزُوا عَنِ الْمُسِرِ, فَتَجَا
وَزَ اللهُ عَنْهُ)
“Ada
seorang laki-laki yang hidup di zaman sebelum kalian. Lalu datanglah seorang
malaikat maut yang akan mencabut rohnya. Dikatakan kepadanya (oleh malaikat
maut): “Apakah engkau telah berbuat kebaikan?” Laki-laki itu menjawab: “Aku
tidak mengetahuinya.” Malaikat maut berkata: “ Telitilah kembali apakah engkau
telah berbuat kebaikan.” Dia menjawab: “Aku tidak mengetahui sesuatu pun amalan
baik yang telah aku lakukan selain bahwa dahulu aku suka berjual beli barang
dengan manusia ketika di dunia dan aku selalu mencukupi kebutuhan mereka. Aku
memberi keluasan dalam pembayaran hutang bagi orang yang memiliki kemampuan dan
aku membebaskan tanggungan orang yang kesulitan.” Maka Allah (dengan sebab itu)
memasukkannya ke dalam surga.” (HR. Bukhari III/1272 no.3266)[18]
Allah tidak mempersulit
orang yang berhutang kecuali mereka dalam kondisi kaya. Rasulullah SAW bersabda
:
مَطْلُ الْغَنِيُّ ظُلْمٌ
“penundaan pembayaran hutang orang yang kaya adalah
zalim”(HR. Bukhari, Muslim,
Tirmidzi, Abu Dawud, dan Nasa’i)[19]
Orang yang disebut zalim itu ialah orang (yang
berhutang) yang tidak mau membayar hutangnya, padahal ia mampu untuk itu.[20]
Karena setiap yang dipinjamkan itu wajib mengembalikan.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
وَالْعَارِيَةُ مُؤَدَّاةٌ
“Ariyah
(barang pinjaman) adalah barang yang wajib dikembalikan.”[21]
Menurut penulis, makna yang disampaikan dalam hadist
diatas tidak hanya berlaku untuk barang/benda yang dipinjamkan saja, melainkan
juga dapat dianalogikan kepada pinjaman uang. Karena pada dasarnya hutang itu
meliputi hutang terhadap uang dan hutang terhadap harta benda.
3. Surat
An-Nisa : 11
... .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur ÓÅ»qã !$pkÍ5 ÷rr& Aûøïy 3 ...
“(Pembagian-pembagian
tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah
dibayar hutangnya”
Dalam
ayat diatas, ditegaskan bahwa wajib terlebih dahulu dibayar hutang, yaitu
hutang kepada makhluk.[22]
4. Surat
Al-Maidah : 1
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& Ïqà)ãèø9$$Î/ ...
“Hai orang-orang yang
beriman, Penuhilah akaq-akaq itu...”
Dalam tafsir Jalalain, ayat diatas bermakna
perjanjian yang terpatri di antara kamu dengan Allah maupun dengan sesama
manusia[23], maka termasuklah didalamnya memenuhi akad perjanjian
hutang piutang setelah waktu yang ditentukan tiba, dimana orang yang berhutang
wajib mengembalikan hutangnya. Termasuk cara yang baik dalam melunasi hutang apabila
melunasinya tepat pada waktu pelunasan yang telah ditentukan dan disepakati
oleh kedua belah pihak (pemberi dan penerima hutang), melunasi hutang di rumah
atau tempat tinggal pemberi hutang, dan semisalnya.[24]
Sabda Rasulullah SAW :
عَنْ أبى هُرَيْرَه ر رَضِيَ اللهُ عَنْه قَال رَسُولُ الله صلى الله
عليه و سلم : إِنَّ
خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً
“Dari
Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda : sebaik-baik kalian ialah orang yang
paling baik dalam mengembalikan hutang.” (HR. Bukhari)
Dalam hadist lain Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَة رضي الله عنه النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلّم قًال : مَنْ أَخَذَ
أَمْوَال عَلَى النَّسِ يُرِيْدُ أَدَأَهَا أَدَّ اللهُ عَنْهُ , وَ مَنْ أَخَذَ
يُرِيْدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ
“Dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa
Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang mengambil harta orang lain (berhutang)
dengan tujuan untuk membayarnya (mengembalikannya), maka Allah akan tunaikan
untuknya. Dan barangsiapa mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak
melunasinya) maka Allah akan membinasakannya”. (HR. Bukhari, II/841 bab man akhodza amwala an-naasi yuridu ada’aha,
no. 2257)
Jadi,
dari uraian panjang diatas, maka penulis menyimpulkan beberapa hal penting yang
merupakan indikator dari tata krama dalam melakukan transaksi hutang piutang
yang melibatkan kedua pihak (muqridh, dan muqtaridh) diantaranya
:
a)
Transaksi hutang piutang harus ditulis
dan dipersaksikan secara benar dan jujur.
b)
Saksi dapat berasal dari laki-laki
maupun perempuan yang dipilih dari orang-orang yang kamu ridhai (berada
disekitar).
c)
Setiap transaksi piutang diniatkan untuk
tabarru’ dan tidak diperbolehkan mengambil keuntungan dari orang yang
berhutang.
d)
Pihak yang berpiutang dianjurkan untuk
memberi penangguhan pembayaran kepada orang yang berhutang jika mereka dalam
kesukaran. Bahkan ketika mampu menyedekahkan hutang tersebut, itulah yang lebih
baik disisi Allah.
e)
Pihak yang berhutang hendaklah berusaha menyegerakan
untuk mengembalikan/melunasi hutangnya, dan wajib jika waktu jatuh tempo telah tiba dengan cara yang
baik.
D.
Hak Bagi Orang yang Berhutang
1. Surat
At-Taubah : 60
*
$yJ¯RÎ)
àM»s%y¢Á9$#
Ïä!#ts)àÿù=Ï9
ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur
tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur
$pkön=tæ
Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur
öNåkæ5qè=è%
Îûur
É>$s%Ìh9$#
tûüÏBÌ»tóø9$#ur
Îûur
È@Î6y
«!$#
Èûøó$#ur
È@Î6¡¡9$#
(
ZpÒÌsù
ÆÏiB
«!$#
3
ª!$#ur
íOÎ=tæ
ÒOÅ6ym
ÇÏÉÈ
Kata وَاْلغَارِمِيْنَ (orang-orang
yang berhutang) artinya orang-orang yang mempunyai hutang, dengan
syarat bila ternyata utang mereka bukan untuk tujuan maksiat; atau mereka telah
bertobat dari maksiat, hanya mereka tidak memiliki kemampuan untuk melunasi
utangnya, atau diberikan kepada orang-orang yang sedang bersengketa demi untuk
mendamaikan mereka, sekalipun mereka adalah orang-orang yang berkecukupan.[25]
Dalam Tafsir AL-Maragi terjemahan, kata Al-Gharimiina
termasuk mustahik zakat karena dilatar
belakangi oleh kebiasaan bangsa Arab apabila terjadi pertikaian antara mereka yang
disebabkan oleh hutang atau sebagainya, maka salah seorang dari mereka bangkit
untuk bederma dan membayarnya, agar pertikaian yang berkobar menjadi padam.[26]
Jadi, penulis menyimpulkan bahwa orang yang
berhutang seperti yang dijelaskan sebelumnya, merupakan hak bagi mereka untuk
mendapatkan atau menerima zakat.
E. Penegasan Islam terhadap Hutang Piutang
Islam
menganjurkan umatnya untuk saling tolong menolong dalam kehidupan, termasuk
untuk membantu orang lain yang sedang dalam kesusahan, misalnya memberikan
pinjaman kepada orang yang membutuhkan. Namun dalam hal berhutang, atau ingin
meminta dihutangi, hendaklah hal tersebut dihindari, karena ia merupakan
kesedihan dimalam hari dan kehinaan di siang hari. Sebagaimana disebutkan dalam
Hadist :
نَفْسُ
الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
Jiwa orang
mukmin bergantung pada hutangnya hingga dilunasi.” (HR. Ibnu Majah II/806 no.2413, dan At-Tirmidzi
III/389 no.1078. dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Alba(
يُغْفَرُ
لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنِ
“Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali hutangnya.” (HR. Muslim III/1502 no.1886, dari Abdullah bin Amr bin Ash)
مَنْ فَارَقَ
الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِىءٌ مِنْ ثَلاَثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنَ الْكِبْرِ
وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ
“Barangsiapa yang rohnya berpisah dari jasadnya dalam keadaan terbebas
dari tiga hal, niscaya masuk surga: (pertama) bebas dari sombong, (kedua) dari
khianat, dan (ketiga) dari tanggungan hutang.” (HR. Ibnu Majah II/806 no: 2412, dan At-Tirmidzi
IV/138 no: 1573. Dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani)
Dari hadist diatas,
dapat penulis pahami bahwa sesungguhnya hutang merupakan suatu beban dan
perihal yang membahayakan bagi seseorang, jika dilanda oleh kesusahan fikiran
karena hutang, apalagi jika sampai meninggal dalam keadaan berhutang. Maka ia
(hutang) itu akan menghalangi jalan ke surga. Namun, pada zaman yang modern
saat sekarang ini kebiasaan untuk malakukan pinjaman sudah semakin berkembang,
terutama bagi kalangan pengusaha, atau sederhananya pedagang di pasar
tradisonal pun menggunakan cara pinjaman dalam memperoleh tambahan modal,
bahkan memulai usahanya dengan modal pinjaman dikarenakan tak memiliki modal
pribadi. Apakah ini termasuk alasan yang mendesak sehingga harus melakukan
pinjaman ?, bagaimana dengan keperluan pendidikan seorang anak, yang dipenuhi
oleh orang tuanya dengan jalan meminta dipinjami kepada seseorang yang lain
atau lembaga keuangan syariah.
BAB
III
PENUTUP
A. Komentar Penulis
Adapun setelah pembahasan hutang piutang, penulis
mempunyai beberapa komentar, diantaranya persoalan bagaimana tata cara dalam
melakukan akad hutang piutang. Islam memang mengaturnya sedemikian rupa
sehingga transaksi ini tidak menimbulkan kerugian bagi masing-masing pihak di
hari kemudian. Pihak yang berpiutang misalnya, mereka disunnahkan untuk memberi
penangguhan waktu maupun pengembalian hutang apabila pihak yang berhutang
memang dalam keadaan tidak mampu untuk melunasi hutang pada waktu yang telah
dijanjikan. Namun pada realita sekarang, penulis menemukan beberapa fakta
terkait dengan hutang piutang.
Pada kehidupan sekarang misalkan secara sederhana,
transaksi perorangan untuk hutang piutang banyak terjadi, namun kebanyakan dari
masyarakat tidak menuliskan hutang dikarenakan salah satunya karena ada
keseganan, atau karena memiliki hhubungan kerabat, takut dipahami ada
ketidakpercayaan, atau dikarenakan jumlah hutang yang kecil, atau memang
dilandasi rasa kepercayaan antara kedua belah pihak dalam jangka waktu
tertentu. Untuk pihak yang berpiutang, ada sebagian permasalahan di masyarakat
ketika mereka belum bisa memberikan kelapangan, bahkan terkesan menyulitkan
kepada pihak yang berhutang yang belum sanggup membayar hutangnya dengan alasan
syar’i. Di sisi penghutang pun, terkadang menyimpang dari apa yang telah
ditetapkan syara’ dalam berhutang. Hal ini menunjukkan kurangnya pengetahuan
dan kesadaran masing-masing pihak terhadap aturan Islam ketika bertransaksi
hutang piutang, sehingga pada akhirnya, transaksi hutang piutang tidak menjadi
sebuah ibadah, melainkan menimbulkan efek merusak hubungan baik, rasa
persaudaraan antara kedua pihak.
B. Kesimpulan
Islam
telah mensyariatkan pinjaman dan diperbolehkannya bertransaksi hutang piutang.
Hukum ini bersumber dari Al-Quran dan hadist serta penetapan ijma’ para ulama.
Ketentuan mengenai cara dan tata krama dalam bertransaksi juga diatur secara
syar’i demi terwujudnya kemashlahatan dan rasa persaudaraan yang baik diantara
sesama. Bahkan memberi pinjaman kepada orang yang membutuhkan itu merupakan
suatu ibadah yang pahalanya berlipat ganda. Insyallah
Kedua
pihak yang melakukan transaksi harus sudah baligh dan berakal, telah mengerti dengan hukum (mukallaf),
sehingga mereka dapat melakukan akad dengan shahih. Adapun kewajiban dan hak masing masing pihak
(yang berpiutang dan yang berhutang) juga telah diterangkan dalam Al-Quran dan
sunnah, untuk peminjam disunnahkan untuk mengembalikan pinjaman itu sesegera
mungkin, atau saat jatuh tempo dengan cara yang baik. Sedangkan bagi yang
berpiutang hendaklah memberi kelapangan kepada mereka (orang yang berhutang)
jika dalam keadaan kesukaran.
Islam
memang memperbolehkan umat manusia untuk melakukan pinjaman, namun Islam menyuruh umatnya agar menghindari hutang semaksimal
mungkin, jika ia mampu membeli dengan tunai atau tidak dalam keadaan kesempitan
ekonomi. Karena hutang merupakan penyebab kesedihan di malam hari dan
kehinaan disiang hari. Apabila seorang muslim meninggal dunia dalam keadaan
berhutang, maka diampuni segala dosanya kecuali. Selain itu, jiwa orang
mukmin bergantung pada hutangnya hingga dilunasi. Begitu tegas ketetapan Allah
SWT terhadap pelaksanaan hutang yang memang menjadi beban dalam kehidupan baik
di dunia maupun di akhirat. Karena kebaikan semasa hidup bisa menjadi penebus
hutang-hutangnya ketika hidup di dunia. Wallahu a’lam
C. Rekomendasi dan Saran
Setelah
penyusunan makalah hutang piutang ini
diselesaikan, maka penulis memperoleh
ilmu yang lebih dalam, mendapatkan faedah dan pemahaman yang lebih baik dari
sebelum adanya makalah ini. Sehingga muncullah beberapa rekomendasi dan saran
yang akan penulis ungkapkan, diantaranya :
1. Sebagai
mahasiswa yang telah mengetahui konsep hutang piutang secara Islam, hendaklah
mampu mengamalkannya dalam kehidupan.
2. Mahasiswa
sebagai kaum intelektual berusaha
mengingatkan dan meluruskan kebiasaan sebgian masyarakat yang mereka ketahui
melakukan praktek hutang piutang tidak sesuai dengan Syara’.
3. Membiasakan
diri untuk meringankan kesusahan orang lain sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki, baik itu melalui pinjaman harta, pengorbanan tenaga dan juga fikiran.
Karena hal ini merupakan amal kebajikan yang disukai Allah.
4. Bagi
orang yang berhutang, supaya berusaha untuk melunasi hutangnya sesegera
mungkin, dan akan lebih baik jika mereka mampu untuk menghindari untuk tidak
berhutang kecuali terdesak.
Ahmad Mustafa Al-Maragi, terjemah
Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra)
Departemen
Agama. 2007. Al-Quran dan Terjemahan. (Surabaya : Mega Jaya Abadi)
Hulwati.
2009. Ekonomi Islam. (Ciputat : Ciputat Press Group)
Karim,
Adiwarman. 2004. Fiqh Ekonomi Keuangan Islam. (Jakarta : Darul Haq) Sohari, dkk. 2006. Hadist Tematik. (Jakarta : Diadit Media)Imam
Jalaluddin Al-
Mahalli dan Imam Jalaluddin
As-Suyuti. 2003. Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul jilid 1 (Bandung : Sinar Baru Algensindo)
Mardani. 2011. Ayat-ayat dan
Hadist Ekonomi Syariah. ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Press)
M. Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al-Misbah :
Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta : Lentera Hati)
Sabit, Sayyid. 1987. Fiqh as-Sunnah,
(Dar Al-Kitab al ‘Arabi : Bairut)
Syeikh Ahmad Mustafa Al-Farran.
2007. Tafsir Imam Syafi’i . (Jakarta Timur : Almahira)
Syeikh
H. Abdul Haalim Hasan. 2006. Tafsir Al-Hakam. (Jakarta : Kencana)
[1] Hulwati, Ekonomi Islam, (Ciputat
: Ciputat Press Group) hal, 47-48
[2] Al-Jaziry, kitab Al-Fiqh ‘Ala
Mudhahib al Arba’ah ,( dalam buku Hulwati), ibid
[3] Adiwarman Karim, Fiqh Ekonomi
Keuangan Islam, (Jakarta : Darul Haq) hal. 260
[5] Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh,
‘ala mudhahib al-arba’ah, maktabah tijarah kubra, 1969, juz 2, hal 271
[7] Depertemen Agama RI, Alquran
dan Terjemahan (Surabaya : Mega Jaya
Abadi, 2007), hal. 31
[9] HR Ibnu Majah dari hadits ibnu
Mas`ud Ra (2430) (3/153). Lihat dalam buku Adiwarman Karim, Fiqih Ekonomi
Keuangan Islam, ( Jakarta : Darul Haq, 2004),hal. 261
[10] Sohari, dkk, Hadist tematik, (Jakarta
: Diadit Media, 2006) hal. 211
[11] Adiwarman Karim, Fiqih
Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta :
Darul Haq, 2004), hal. 261
[12] Syaikh Ahmad Mustafa al
–Farran, Tafsir Al-Imam Asy-Syafi’i,
(Jakarta : Almahira, 2008) hal. 501-502
[13] Ibid, hal. 262
[14] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan
Imam Jalaluddin As-Suyuti, 2003. Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun
Nuzul jilid 1 (Bandung Sinar Baru
Algensindo), hal. 155-156
[15] Syeikh H. Abdul Halim Hasan, Tafsir
Al-Hakam, (Jakarta : Kencana, 2006) hal. 166
[16]
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Quran, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hal. 727-728
[17] H. Muhmmad Syafi’i dalam Sohari,
Hadist Tematik, (Jakarta : Diadit media, 2006 ) hal. 205
[19]
Syaikh Ahmad Mustafa al –Farran, Tafsir
Al-Imam Asy-Syafi’i, (Jakarta : Almahira, 2008) hal. 496
[20] Syeikh H. Abdul Halim Hasan, ibid,
hal. 167
[21]
Mardani, Ayat-Ayat dan Hadist Ekonomi Syariah. (Jakarta : PT Raja
Gafindo, 2011) hal. 201
[22] Syeikh Abdul Halim Hasan, ibid,
hal. 212
[23] Imam Jalaluddin Al-Muhalli, ibid
[24] Adiwarman Karim, ibid,
hal. 265
[25] Imam Jalaluddin Mulaili, ibid
[26] Ahmad Mustafa Al-Maragi, terjemah
Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra) hal. 244
Saya ingin memberikan semua kemuliaan kepada Allah SWT untuk apa yang Dia gunakan untuk dilakukan Ibu Rossa dalam hidup saya, nama saya Mira Binti Muhammad dari kota bandung di indonesia, saya seorang janda dengan 2 anak, suami saya meninggal dalam kecelakaan mobil dan sejak saat itu hidup menjadi sangat kejam bagi saya dan keluarga saya dan saya telah mencoba beberapa kali untuk mendapatkan pinjaman dari bank-bank di Indonesia dan saya ditolak dan ditolak karena saya tidak memiliki agunan dan tidak dapat memperoleh pinjaman dari bank dan saya sangat sedih
BalasHapusPada hari yang penuh pengabdian ini saat saya menjelajahi internet, saya melihat kesaksian Nyonya Annisa tentang bagaimana dia mendapat pinjaman dari Ibu Rossa dan saya menghubungi dia untuk bertanya tentang perusahaan pinjaman ibu Rossa dan bagaimana benar pinjaman dari ibu Rossa dan dia memberi tahu saya itu benar dan saya menghubungi Ibu Rossa dan setelah mengajukan permohonan pinjaman saya dan pinjaman saya diproses dan disetujui dan dalam 24 jam saya mendapatkan uang pinjaman saya di rekening bank saya dan ketika saya memeriksa akun saya, uang pinjaman saya masih utuh dan saya sangat senang dan saya telah berjanji bahwa saya akan membantu untuk memberi kesaksian kepada orang lain tentang perusahaan pinjaman ibu rossa, jadi saya ingin menggunakan media ini untuk memberi saran kepada siapa saja yang membutuhkan pinjaman untuk menghubungi Ibu Rossa melalui email: rossastanleyloancompany@gmail.com dan Anda dapat juga hubungi saya melalui email saya: mirabintimuhammed@gmail.com untuk informasi dan juga teman-teman saya Annisa Barkarya melalui email: annisaberkarya@gmail.com
PINJAMAN THERESA
BalasHapusKami saat ini menyediakan pinjaman untuk taruhan Asia Tengah, Amerika, dunia liar
negara, dll. @ 2% Suku Bunga tanpa PENGENDALIAN KREDIT dari USD5000, hingga miliaran dolar selama 12-144 Bulan.
Remunerasi Pinjaman kami dimulai dalam 3 bulan setelah penerima menerima pinjaman pada hari persetujuan dan kami menawarkan variasi
pinjaman, termasuk:
* Konsolidasi hutang
* Pinjaman Bisnis
* Pinjaman pribadi
* Kredit Pemilikan Rumah
* Kredit Pembiayaan Mobil
✔. Daftar hitam bisa berlaku
✔. TANPA CHECK KREDIT
✔. Tinjauan hutang atau perintah pengadilan mungkin berlaku
✔.ETC dapat diterapkan.
Pinjaman Tunai Theresa Perusahaan ini adalah a
film pinjaman terdaftar dan resmi dan kami menawarkan pinjaman kepada semua warga yang masuk daftar hitam, TANPA PERIKSA KREDIT.
Ajukan sekarang dengan nomor ponsel Anda, nomor ID, nama lengkap, jumlah pinjaman dan periode pinjaman ke Email
: Theresaloancompany@gmail.com nomor kantor ++ 12817208403
Untuk kejelasan lebih lanjut, jangan ragu untuk menghubungi kami atau WhatsApp (+12817208403).
Salam Hormat,
Ada
Pengiklan Pinjaman (Pr),
Pinjaman theresa 📩