BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Uang saat ini bukanlah kata asing yang jarang kita
dengar. Uang sering bahkan sudah menjadi suatu benda yang sangat penting untuk
dimiliki oleh setiap orang. Uang sangat diperlukan dalam kegiatan ekonomi, baik
dalam sektor produksi, distribusi apalagi untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
Sebelum diperkenalkan uang seperti yang kita ketahui saat
sekarang ini, manusia telah melakukan transaksi ekonomi dengan cara barter,
dimana pertukaran antara barang dengan barang dijadikan sebagai cara untuk
memenuhi kebutuhan satu dengan yang lainnya. Pada masa Nabi Muhammad Saw pun
uang dikenal dalam bentuk emas cetakan yang disebut Dinar, dan Perak Cetakan
yang disebut Dirham.
Namun, sekarang ini yang terjadi di Indonesia adalah
pencetakan Uang Kertas sebagai bentuk uang yang sah digunakan dalam
bertransaksi ekonomi menjadi hal yang tabu dan perlu dikaji apakah uang dala
jenis ini sesuai dengan apa yang disyariatkan Islam. Bagaimana kakikat fungsi
uang itu dalam islam ? dan bagaimana perbandingannya dengan praktek
konvensional yang telah berlangsung saat sekarang ini ?
Untuk itu, penulis tertarik untuk membahas uang ini dalam
dua sisi, yaitu dalam sisi pandang islam dan sisi konvensional, sehingga dapat
memberikan perbandingan dan kesimpulan yang positif bagi penulis.
B.
Idntifikasi Masalah
Adapun masalah yang penulis identifikasi dari tema yang penulis kemukakan
adalah :
1.
Konsep uang dalam ekonomi konvensional dan ekonomi Islam
2.
Fungsi uang dalam ekonomi
3.
Teori permintaan dan penawaran uang dalam ekonomi islam dan konvensional
4.
Pemikiran ekonom muslim berkaitan dengan konsep dan fungsi uang dala
ekonomi
5.
Konsep nilai uang dan nilai waktu dalam ekonomi
C.
Batasan Masalah
Berdasarkan identifiksi masalah diatas, pembahasan ini penulis membatasinya
kepada pemahaman yang baik dan mendalam berkaitan dengan permasalahan uang
dalam perspektif Islam dan perspektif konvensional.
D.
Rumusan Masalah
Penulis merumuskan masalah yang berkaitan dengan tema yang penulis angkat
diantaranya :\
1.
Bagaimana konsep uang dalam perspektif Islam dan Konvensional ?
2.
Apa fungsi uang dalam ekonomi konvensional dan ekonomi Islam ?
3.
Bagaimana teori permintaan dan penawaran uang dalam ekonomi Islam dan
Konvensional ?
4.
Bagaimana pemikiran ekonom islam terhadap konsep dan fungsi uang dalam
ekonomi ?
5.
Apa yang dimaksud nilai waktu dan nilai uang dalam ekonomi ?
E.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk
menjadi penambah wawasan ilmu pengetahuan bagi pembaca umumnya dan penulis
khususnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Uang dan Sejarah Uang
Secara
etimologi, uang berasal dari kata nuqud atau Al-Naqdu yang salah
satu maknanya yaitu “tunai, lawan tunda, memberikan bayaran harga”.
Dalam hadist Jabir : “Naqadani al- Tsaman”[1],
yakni ia membayarku harga tunai.
Kata
nuqud tidak terdapat dalam Al-Quran maupun hadist Nabi Saw. Karena pada
umumnya bangsa Arab tidak menggunakan kata nuqud untuk menunjukkan harga. Mereka menggunakan
kata dinar dan dirham [2].
Dinar berasal dari bahasa Romawi, Denarius yaitu nama untuk emas
cetakan. Sedangkan dirham berasal dari bahasa
Yunani, Drachma, yaitu nama untuk perak cetakan. Selain dinar dan
dirham, juga terdapat kata fulus yang berarti uang teambaga.
Dalam
Alquran, penggunaan kata dinar dan dirham terdapat dalam surat
Ali Imran ayat 75 dan surat Yusuf ayat 20.
* ô`ÏBur È@÷dr& É=»tGÅ3ø9$# ô`tB bÎ) çm÷ZtBù's? 9$sÜZÉ)Î/ ÿ¾ÍnÏjxsã y7øs9Î) Oßg÷YÏBur ô`¨B bÎ) çm÷ZtBù's? 9$oYÏÎ/ w ÿ¾ÍnÏjxsã y7øs9Î) wÎ) $tB |MøBß Ïmøn=tã $VJͬ!$s% 3 y7Ï9ºs óOßg¯Rr'Î/ (#qä9$s% }§øs9 $uZøn=tã Îû z`¿ÍhÏiBW{$# ×@Î6y cqä9qà)tur n?tã «!$# z>És3ø9$# öNèdur cqßJn=ôèt ÇÐÎÈ
Artinya :
“Di antara Ahli Kitab ada orang
yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya
kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya
satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu, kecuali jika kamu selalu
menagihnya.”(QS. Ali Imran:75)
çn÷ru°ur ¤ÆyJsVÎ/ <§ør2 zNÏdºuy
;oyrß÷ètB (#qçR%2ur ÏmÏù z`ÏB úïÏÏdº¨9$# ÇËÉÈ
Artinya :
“Dan
mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu bebrapa dirham saja,
dan mereka meras tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.”
Pada
peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Karena jenis
kebutuhannya masih sederhana, mereka belum membutuhkan orang lain. Periode ini disebut
dengan periode prabarter, yang pada saat itu manusia belum mengenal transaksi
perdagangan atau kegiatan jual beli.[3]
Seiring
perkembangan zaman, jumlah manusia semakin bertambah, kegiatan interakasi antar
sesama mausia pun meningkat
tajam. Jumlah dan jenis kebutuhan
manusia pun semakin beragam. Satu sama lain mulai membutuhkan, sehingga mereka
mulai mempergunakan berbagai cara dan alat untuk melangsungkan pertukaran
barang dalam rangka memenuhi kebutuhannya, yang disebut dengan zaman Barter.
Islam mengenal berbagai jenis uang di
antaranya :[4]
- Dinar
dan Ain : mata uang terbuat dari emas cetakan
- Dirham
dan Wariq : mata uang yang terbuat dari perak cetakan
- Dirham
Magsyusah : mata uang terbuat dari campuran perak dan metal lain
- Fulus
: mata uang terbuat dari tembaga
Sejarah uang dilihat dari horizon waktu meliputi :[5]
1. Uang Barang (Commodity Money)
Uang barang adalah alat tukar
yang memiliki nilai komoditas atau biasa di perjualbelikan apabila barang tersebut digunakan bukan
sebagai uang. Namun tidak semua barang
menjadi uang, di perlukaan tiga kondisi utama, adapun syarat barang yang
dapat dijadikan uang antara lain:
a.
Kelangkaan (scarcity)
yaitu persediaan barang harus terbatas
b.
Daya tahan (durabity),
barang tersebut harus tahan lama
c.
Nilai tinggi yaitu barang yang dijadikan uang
harus bernilai tinggi, sehingga tidak memerlukan jumlah yang banyak dalam
melakukan transaksi. [6]
Ketika uang logam masih di gunakan sebagai uang resmi di dunia, ada beberapa pihak
melihat peluang meraih keberuntungan dari kepemilikan mereka atas emas dan
perak. Pihak yang dimaksud adalah bank, orang yang meminjam uang dan pandai
emas atau (goldsmith) atau toko perhiasan.Bank mengeluarkan surat
atau uang kertas dengan nilai yang besar dari emas dan perak yang dimilikinya.
Karena kertas ini di dukung oleh
kepemilikan atas emas dan perak, masyarakat umum menerima uang kertas ini
sebagai alat tukar.
Keuntungan penggunaan uang kertas
diantaramya biaya pembuatan rendah, pengiriman mudah, dapat di pecah dalam
jumlah berapa pun. Sedangkan kekurangan uang
kertas yaitu cukup memberatkan jika dibawa
dalam jumlah banyak dan sangat mudah rusak.
3. Uang Giral
Uang giral adalah uang yang dikeluarkan
oleh bank komersial melalui pengeluaran cek dan alat pembayaran giro lainnya.
Uang giral merupakan simpanan nasabah di bank yang dapat di ambil setiap saat
dan dapat di pindahkan kepada orang lain untuk melakukan pembayaran.
Kelebihan uang giral sebagai
alat pembayaran:
a)
Kalau hilang dapat di lacak kembali sehingga
tidak bisa diuangkan oleh yang tidak berhak.
b)
Dapat di pindah tangankan dengan cepat dan ongkos
yang rendah.
c)
Tidak diperlukan uang kembali sebab cek dapat di
tulis sesuai dengan nilai transaksi.
Namun di balik kelebihannya
tersimpan bahaya besar, kemudahan perbankan menciptakan uang giral di tambah
dengan instrumen bunga bank membuka peluang terjadinya uang beredar yang lebih
besar dari pada transaksi riilnya.
Ini yang kemudian menjadi pertemuan ekonomi yang semu atau (bublle economy).[8]
B. Fungsi Uang dalam Ekonomi Islam dan
Konvensional
1. Fungsi Uang dalam Ekonomi Islam
Fungsinya adalah
sebagai alat pertukaran. Hal
ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ibn Taimiyah bahwa fungsi uang
adalah sebagai alat pengukur nilai dan alat tukar. Secara esensial uang adalah
untuk mengukur nilai sebuah benda atau dibayarkan sebagai alat tukar sejumlah
benda yang ada.[9]
Ibn Taimiyah menentang
perdagangan uang, karena ini berarti mengalihkan fungsi uang dari tujuan yang
sebenarnya. Jika uang dapat ditukar dengan uang, pertukaran tersebut mesti
dilakukan sepenuhnya simultan (taqabud)
dan tidak ada penundaan (tahallu).
Melalui cara ini seseorang mampu menggunakan uang untuk memenuhi keperluannya.
2. Fungsi Uang dalam Ekonomi Konvensional[10]
a. Sebagai Alat Tukar
Merupakan fungsi utama karena
memang pada dasarnya penggunaan uang adalah untuk mempermudah pertukaran
khususnya bagi pembeli, sebagai alat tukar bentuk uang haruslah ringan, mudah
dibawa, dan relatif aman.
b.
Sebagai Penyimpan Nilai
Merupakan nilai yang memiliki
daya beli yang sama pada jangka waktu tertentu, selama harga-harga belum naik.
Artinya nilai uang tidak kadarluarsa sebagai layaknya barang yang
diperdagangkan. Maka uang identik disebut sebagai
komoditas.
c.
Sebagai Satuan Hitung
Fungsi uang sebagai satuan
hitung pada zaman ini hampir sudah merupakan keharusan. Segala pekerjaan dan
hasil penilaian ditentukan dalam satuan uang, meskipun secara fisik benda yang
dinilai tidak tampak, seperti jasa. dengan adanya uang akan merasa puas bila
mengetahui harga dan jasa yang diberikan sesuai dengan keinginannya.
C.
Teori Permintaan & Penawaran Uang dalam Pendekatan
Ekonomi Islam dan Perbandingannya dengan Ekonomi Konvensional
Ada dua alasan utama memegang uang dalam Islam,
yaitu motivasi transaksi dan berjaga-jaga. Permintaan uang dalam ekonomi Islam berhubungan
dengan tingkat pendapatan. Keperluan uang tunai yang di pegang dalam jangka
waktu penerimaan pendapatan dan pembayarannya. Besarnya persediaan uang tunai
akan berhubungan dengan tingkat pendapatan dan frekuensi pengeluaran. Jika
seseorang menerima pendapatan dalam bentuk uang tunai dan dalam waktu bersamaan
dikeluarkan juga secara tunai, maka tidak perlu memegang uang untuk tujuan
transaksi. [11]
Motivasi berjaga-jaga muncul
karena individu dan perusahaan menganggap perlu memegang uang tunai diluar apa
yang diperlukan untuk transaksi, guna memenuhi kewajiban dan berbagai
kesempatan yang tidak di sangka untuk pembelian di muka. Namun bagi seorang
muslim memegang uang tunai untuk motivasi berjaga jaga amat terbatas. Jumlah
uang tunai yang diperlukan dalam ekonomi islam hanya berdasarkan motivasi untuk
transaksi dan berjaga-jaga, merupakan fungsi dari tingkat pendapatan, pada
tingkat tertentu di atas yang telah di tentukan zakat atas aset yang kurang
produktif.[12]
Menurut Metwally, meningkatkan pendapatan akan
meningkatkan permintaan uang oleh masyarakat, untuk tingkat pendapatan tertentu
yang terkenal zakat. Secara matematis dirumuskan secara berikut:
MD= f (Y/µ)
{MD/Y} d µ= 0>0
Dimana :
MD : Permintaan Uang dalam
Masyarakat
Y :
Pendapatan
µ :
Tingkat Biaya karena Menyimpan Uang dalam Bentuk Kas
Teori permintaan dan penawaran
uang dalam konvensional diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok, yaitu:[13]
1.
Teori permintaan uang sebelum Keynez (Teori
Permintaan Klasik)
Teori permintaan uang sebelum
keynes sering juga disebut sebagai teori permintaan uang klasik. Teori permintaan uang
ini dikatakan klasik karena landasan pemikiran mengenai perekonomian dalam
teori tersebut menggunakan asumsi klasik, yaitu perekonomian selalu berada
dalam keadaan seimbang. Beberapa teori permintaan uang sebelum Keynes, seperti
teori permintaan menurut Irving Fisher dan teori menurut Cambridge.
2.
Teori Uang menurut Cambridge
Kaum Cambridge berbeda
pandangan dengan Fisher karena menganggap uang adalah sebagai penyimpanan
kekayaan (Store of Wealth) dan bukan
sebagai alat pertukaran. Kaum ekonomi Cambridge, seperti Marshal dan Pigou,
menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi seseorang untuk memegang uang
tunai (Cash Balances) yang menurut
kedua ekonom tersebut ditentukan oleh tingkat bunga, jumlah kekayaan yang
dimiliki, harapan mengenai tingkat bunga di masa yang akan datang, dan tingkat
harga. Namun dalam jangka pendek faktor faktor tesebut bersifat tetap (konstan) atau berubah secara proposional terhadap pendapatan. Jadi,
Cambridge menyatakan bahwa keinginan seseorang untuk memegang uang tunai secara
nominal adalah proposional terhadap pendapatan nominal
seseorang. Atau secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
Md = KY
Dalam hal ini Md adalah jumlah
tunai yang dipegang oleh masyarakat. K adalah konstanta yang menunjukkan
persentase jumlah uang tunai yang di pegang terhadap pendapatan dan Y adalah
pendapatan.
3.
Teori Permintaan Uang menurut Keynes
a) Money Demand for Transaction (Permintaan Uang untuk
Tansaksi).
b) Money Demand for Pracautionary (Permintaan Uang untuk Tujuan
Berjaga-jaga).
c) Money Demand for Speculation (Permintaan Uang untuk Tujuan
Spekulasi).
4.
Teori Permintaan Uang setelah Keynes (Post Keynes).
Teori permintaan uang
sebagaimana dikemukakan oleh Keynes dianggap tidak memuaskan, sehingga ada
beberapa ekonom yang menyempurnakan teori permintaan uang. Boumol dalam
teorinya inventory approach
menyampurnakan teori permintaan untuk tujuan transaksi, dan Tobin dengan portofolio analisis
menyempurnakan teori permintaan uang
untuk tujuan spekulasi.
a)
Teori Permintaan Uang untuk Tujuan Transaksi menurut
Boumol
Boumal
menyatakan bahwa adanya lembaga keuangan yang memberikan bunga menyebabkan
orang yang memegang uang tunai akan menderita kerugian yang disebut apportunity cost. Semakin tinggi tinggi
tinggkat bunga yang terjadi di masyarakat, maka semakin besar pula biaya yang
ditanggung seseorang yang memegang uang tunai.
b)
Teori Permintaan Uang untuk tujuan Spekulasi menurut
Tobin
Menurut
Tobin, pada kenyataan setiap orang menghadapi ketidakpastian. Seseorang yang
memegang surat berharga mengharapkan akan memperoleh pendapatan (e):
E = i + g
dimana:
i = Bunga
g = Keuntungan Modal [14]
D. Pendapat
Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah tentang Uang
1. Imam Al-Ghazali pernah
berkata :
“Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim
penengah di antara seluruh harta sehingga harta bisa di ukur dengan keduanya.
Dikatakan, unta ini menyamai 100 dinar, sekian ukuran minyak za’faran ini
menyamai 100. Keduanya kira-kira sama dengan satu ukuran maka keduanya bernilai
sama.[15]
Dia juga berkata:
“Kemudian di sebabkan jual beli
muncul kebutuhan terhadap dua mata uang. Seseorang yang ingin membeli makanan
dan baju, darimana dia mengetahui ukuran makanan dari nilai baju tersebut.
Berapa ? jual beli terjadi pada jenis barang yang berbeda-beda seperti dijual
baju dengan makanan dan hewan dangan baju. Barang-barang ini tidak sama, maka
di perlukan “hakim yang adil” sebagai penengah antara kedua orang yang inggin
bertransaksi dan berbuat adil satu dengan yang lain. Keadilan ini di tuntut
dari jenis harta. Kemudian diperlukan jenis harta yang bertahan lama karena
kebutuhn yang terusmenerus. Jenis harta yang palig bertahan lama adalah barang
tambang. Maka buatlah uang dari emes,perak, dan logam.[16]
Beliau
mengisyaratkan uang sebagai unit hitungan yang digunakan utuk
mengukur nilai harga komoditas dan jasa. Juga sebagai penengah yang membantu
proses pertukaran komoditas jasa. Demikian juga beliau mengisyaratkan uang
sebagai alat simpanan karna itu dibuat dari jenis harta yang bertahan lama
karena kebutuhan yang berkelanjutan sehingga betu-betul bersifat cair dan bisa
digunakan pada waktu yang dikehendaki.
2. Pendapat Ibn Taimiyah
Ulama islam Ibn Tamiyah yang hidup di zaman pemerintahan
raja Mamluk, telah mengalami situasi dimana beredar banyak jenis mata uang dengan nilai kandungan logam mulia yang berlainan satu
sama lain. Ketika itu beredar tiga jenis mata uang dinar (uang), dirham
(perak), dan fulus (tembaga). Peredaran dinar sangat terbatas, peredaran dirham
berfluktuasi kadang malah menghilang, sedangkan yang beredar luas adalah fulus,
fenomena inilah yang dirumuskan oleh Ibn Tamiyah bahwa uang dalam kualitas
rendah (fulus) akan menendang keluar uang kualitas baik (Dinar dan Dirham).
Fulus digunakan secara luas, dirham hilang dari
peredaran dan inflansi membumbung. Bila awal pemerintahan Bani Mamluk satu
dirham mengandung dua pertiga perak dan sepertiga tembaga, maka di zaman pemerintahan Natsir Sati dirham mengandung sepertiga tembaga dan
sepertiga perak. Di
antara pemikiran ekonominya tentang uang yaitu :
a) Karakteristik
dan Fungsi Uang
Secara khusus Ibnu Taimiyah
menyebutkan dua utama fungsi uang yaitu sebagai pengukur nilai dan media pertukaran
bagi sejumlah barang yang berbeda. Ia menyatakan :
“Atsman” (harga atau yang dibayarkan
sebagai harga, yaitu uang) dimaksudkan sebagai pengukur nilai barang-barang
(mi’yar al-amwal) yang dengannya jumlah nilai barang-barang (maqadir al-amwal)
dapat diketahui; dan uang tidak pernah dimaksudkan untuk diri mereka sendiri.”
b) Penurunan
Nilai Mata Uang
Ibnu
Taimiyah menentang keras terjadinya penurunan nilai mata uang dan percetakan
mata uang yang sangat banyak. Ia menyatakan,
Penguasa seharusnya mencetak fulus
(mata uang selain dari emas dan perak) sesuai dengan nilai yang adil
(proporsional) atas transaksi masyarakat, tanpa menimbulkan kezaliman terhadap
mereka.
c) Mata
Uang yang Buruk akan Menyingkirkan Mata Uang yang Baik
Ibnu
Taimiyah menyatakan bahwa uang yang berkualitas buruk akan menyingkirkan mata
uang yang berkualitas baik dari peredaran. Ia menggambarkan hal ini sebagai
berikut:
“Apabila penguasa membatalkan
pengggunaan mata uang tertentu dan mencetak jenis mata uang yang lain bagi
masyarakat, hal ini akan merugikan orang-orang kaya yang memiliki uang karena
jatuhnya nilai uang lama menjadi hanya sebuah barang. Ia berarti telah
melakukan kezaliman karena menghilangkan
nilai tinggi yang semula mereka miliki. Lebih daripada itu, apabila nilai instrinsik mata uang tersebut berbeda, hal ini akan menjadi sebuah sumber
keuntungan bagi para penjahat untuk mengumpulkan mata uang yang buruk dan
menukarnya dengan mata uang yang baik dan kemudian mereka akan membawanya ke daerah lain dan menukarkannya dengan
mata uang yang buruk di daerah tersebut untuk dibawa lagi ke daerahnya. Dengan
demikian, nilai barang-barang masyarakat akan menjadi hancur.”
Secara garis besar Ibn Taimiyah menyampaikan lima
poin penting yaitu :
1.
Perdagangan uang akan memicu inflansi.
2.
Hilangnya kepercayaan orang akan stabilitas nilai
uang akan mencegah orang melakukan kontrak jangka panjang dan menzalimi
golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap sebagai pegawai.
3.
Perdagangan domestik akan menurun karena kekhawatiran stabilitas nilai uang.
4.
Perdagangan internasional akan menurun.
5.
Logam berharga akan mengalir keluar dari negara.[17]
E. Time Value of Money and Economic Value
of Time
1.
Time Value of Money
Dalam islam tidak dikenal time value of money, yang dikenal adalah ekonomic value of time. Konsep ini menyebutkan bahwa nilai komoditi pada
saat ini lebih tinggi dibanding nilainya dimasa depan. [18]
Jadi, fiture value dari uang dianalogikan dengan jumlah populasi tahun
ke-t, presen value dari uang
dianalogikan dengan jumlah populasi tahun ke-0, sedangkan tingkat suku bunga
dianalogikn dengan tingkat pertumbuhan populasi. Jelas hal ini keliru besar,
karena uang bukanlah makhluk hidup yang bisa berkembang biak dengan sendirinya.[19]
2.
Economic Value of Time[20]
Teori ini berkembang pada
abad ke-7 Masehi. Pada saat digunakannya emas dan perak sebagai alat tukar.
Dalam pandangan islam mengenai waktu, waktu bagi semua orang adalah sama
kuantitasnya. Nilai waktu antara satu orang dengan orang lainnya akan berbeda
dari segi kualitasnya. Dalam Alquran Surat Al-Ashr Allah Jelaskan :
ÎóÇyèø9$#ur
ÇÊÈ ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9
Aô£äz
ÇËÈ wÎ) tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
(#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/
(#öq|¹#uqs?ur Îö9¢Á9$$Î/
ÇÌÈ
Artinya :
“Demi masa.Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Jadi faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu tersebut.
Semakin efektif (tepat guna) dan semakin efisien (tepat cara), maka akan
semakin tinggi nilai waktunya sehingga memperoleh keuntungan di dunia.[21]
Contohnya dalam menghitung
nisbah bagi hasil di bank syariah. Dalam proses penetuan nasabah ini, return on capital harus diperhitungkan. Return on capital ini tidak sama dengan return on money. Return on capital tergantung
kepada jenis bisnisnya dan berkaitan dengan sektor rill. Sedangkan return on
money berkaitan dengan interest rate.
Penemuan nisbah bagi hasil harus di lakukan di awal, dan untuk itu di gunakan projected
return. Jika kemudian ternyata aktual return dari bisnis yang di
biayai tidak sama dengan angka proyeksinya, maka yang di gunakan adalah angka aktual,
bukan angka proyeksi. Hal ini menunjukan
bahwa islam tidak mengenal time value of money. Time mempunyai economic
value jika dan hanya jika waktu tersebut dimanfaatkan dengan menambah
faktor produksi yang lain, sehingga menjadi capital dan dapat memperoleh
return.[22]
[4] Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islam,
(Jakarta: Raja Grafindo,2007), h. 83
[5] Ibid
[8] Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis dan
Praktis, (Jakarta : Prenada Media)h. 76-78
[9] Dr. Said Sa’ad
Marthon, Ekonomi Islam, (Jakarta, Zikrul Hakim 1405 H) h. 131
[10] Dr. Ahmad
Hasan, Mata Uang Islami, (Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2005) h. 12
[12] Ibid, h. 96
[13] Ibid, h.81-84
[14] Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan
Konvensional, (Yogyakarta:Graha Ilmu, 2005),h.189-196.
[15] Dr. Ahmad
Hasan, Mata Uang Islami, (Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2005) h.5
[16] Ibid, hal.6
[18] Drs. Muhammad,
Dasar-Dasar Keuangan Islami, (Yogyakarta: Ekonisia,2004) hal. 92
[19] Adiwarman
Karim, hal. 89
[20] Muhammad, Ibid, 98
[21] Drs. Muhammad,
Ibid, h. 100