KEMBALI KEPADA BUDAYA MINANGKABAU
Pengembalian
fungsi dan pencitraan dari adat basandi syara’ – syara’ basandi kitabullah (ADB-
SBK) pada perilaku generasi muda minangkabau harus dilakukan. Generasi muda minangkabau
yang dimaksud adalah anak kemenakan, baik laki-laki maupun perempuan (Rita
Gani:739) bahwasanya pada zaman globalisasi saat ini cenderung merusak akhlak dan
menghapus nilai – nilai budaya baik nasional maupun lokal dan membudayakan
budaya asing yang secara khusus bertentangan dengan norma adat dan agama di
minangakabau.
Tidak hanya
itu, dampak budaya asing yang digandrungi oleh para generasi muda saat ini
telah menyebabkan mereka tidak lagi mempedulikan dan memelihara rasa
nasionalisme atas sejarah dan budaya asli. Bahkan enggan untuk mempelajari
sejarah budaya lokal hanya untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan. Sangat
disayangkan lagi, banyak generasi muda
terjerumus dalam perbuatan maksiat dikarenakan tidak lagi memelihara rasa malu
dan sopan santun, seperti yang diungkapkan dalam pepatah minang, “malu jo sopan kalau lah hilang,
habihlah raso jo pareso”.
Padahal,
Adat sopan santun, tata krama atau yang sering disebut dengan etika, telah
menjadi bahagian dari kehidupan masyarakat di minangkabau. Sopan santun sudah
merupakan persyaratan dalam kehidupsn sehari-hari, dimana pun dan dalam waktu
apapun juga, serta menjadi pegangan bersama dan sudah menjadi nirma-norma yang
harus dipatuhi dan diamalkan dalam kehidupan minangkabau (Ibrahim, 2013:327).
Tetapi kenyataannya, nan ketek indak batanyo, nan gadang indak babarito, nan
tuo indak mau tau (anak yang kecil tidak bertanya, orang dewasa tidak
memberitahu, dan orang tua tidak peduli) .
Maka dari itu, untuk mewujudkan kembali
nilai-nilai ABS-SBK dalam tatanan kehidupan generasi muda di minangkabau, perlu
adanya pendidikan yang menyeluruh yang tertuang dalam program-program edukasi
yang sarat akan pemahaman nilai-nilai ABS-SBK baik secara formal ataupun
informal.
1. Tungku Tigo Sajarangan
Dalam kehidupan bermasyarakat di minangkabau,
terdapat sebuah struktur kepemimpinan yang sangat khas yaitu tungku tigo
sajarangan yang meliputi niniak mamak, alim ulama dan cadiak pandai. Ketiga
unsur tersebut terutama niniak mamak sangat berperan penting dalam mendidik
generasi muda (anak kemenakan) secara berkelanjutan dimulai sejak dini. Dalam
situasi dan kondisi yang intens, niniak mamak secara langsung mendidik generasi
muda (anak kemenakan) baik berbentuk cerita, diskusi sejarah ataupun dalam
bentuk nasehat-nasehat tentang ABS-SBK. Maka dibutuhkan niniak mamak yang
benar-benar memiliki wawasan adat dan agama yang baik dan luwes sehingga bisa
menjalankan fungsinya dengan baik. Tantangannya adalah saat ini sangat jarang
sekali terjadinya komunikasi antara mamak (paman) dengan anak kemenakan
khususnya membahas sejarah dan nilai-nilai ABS-SBK. hal ini menjadi tantangan
tersendiri bagi niniak mamak di salingka nagari untuk tetap memelihara generasi
muda (anak kemenakan) dari efek globalisasi.
Alim ulama dalam hal ini dapat mendukung pelaksanaan
pendidikan agregat ABS-SBK dengan mengupayakan agar generasi muda yang berada
disekitar lingkungan masyarakatnya dapat menghidupkan kembali generasi “kembali
ka surau” yang dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan sebagaimana yang
diajarkan dalam agama Islam. Tidak hanya sholat dan mangaji, surau dapat
dikembangkan menjadi tempat untuk menciptakan inovasi, mengembangkan
kreatifitas dan bakat generasi muda serta mengarahkannya kepada tuntunan Islam seperti
program dakwah, tausiyah, musik islami dan kegiatan-kegiatan lainnya. Hal ini
tentunya didukung oleh sosok-sosok alim ulama yang berjiwa muda dan kreatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar