Sabtu, 01 November 2014

GENERASI MUDA MINANG DAN ABS-SBK

KEMBALI KEPADA BUDAYA MINANGKABAU
Pengembalian fungsi dan pencitraan dari adat basandi syara’ – syara’ basandi kitabullah (ADB- SBK) pada perilaku generasi muda minangkabau harus dilakukan. Generasi muda minangkabau yang dimaksud adalah anak kemenakan, baik laki-laki maupun perempuan (Rita Gani:739) bahwasanya pada zaman globalisasi saat ini cenderung merusak akhlak dan menghapus nilai – nilai budaya baik nasional maupun lokal dan membudayakan budaya asing yang secara khusus bertentangan dengan norma adat dan agama di minangakabau.
Tidak hanya itu, dampak budaya asing yang digandrungi oleh para generasi muda saat ini telah menyebabkan mereka tidak lagi mempedulikan dan memelihara rasa nasionalisme atas sejarah dan budaya asli. Bahkan enggan untuk mempelajari sejarah budaya lokal hanya untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan. Sangat disayangkan lagi,  banyak generasi muda terjerumus dalam perbuatan maksiat dikarenakan tidak lagi memelihara rasa malu dan sopan santun, seperti yang diungkapkan dalam pepatah minang,  “malu jo sopan kalau lah hilang,  habihlah raso jo pareso”.
            Padahal, Adat sopan santun, tata krama atau yang sering disebut dengan etika, telah menjadi bahagian dari kehidupan masyarakat di minangkabau. Sopan santun sudah merupakan persyaratan dalam kehidupsn sehari-hari, dimana pun dan dalam waktu apapun juga, serta menjadi pegangan bersama dan sudah menjadi nirma-norma yang harus dipatuhi dan diamalkan dalam kehidupan minangkabau (Ibrahim, 2013:327). Tetapi kenyataannya, nan ketek indak batanyo, nan gadang indak babarito, nan tuo indak mau tau (anak yang kecil tidak bertanya, orang dewasa tidak memberitahu, dan orang tua tidak peduli)         .
 Maka dari itu, untuk mewujudkan kembali nilai-nilai ABS-SBK dalam tatanan kehidupan generasi muda di minangkabau, perlu adanya pendidikan yang menyeluruh yang tertuang dalam program-program edukasi yang sarat akan pemahaman nilai-nilai ABS-SBK baik secara formal ataupun informal.


1.      Tungku Tigo Sajarangan
Dalam kehidupan bermasyarakat di minangkabau, terdapat sebuah struktur kepemimpinan yang sangat khas yaitu tungku tigo sajarangan yang meliputi niniak mamak, alim ulama dan cadiak pandai. Ketiga unsur tersebut terutama niniak mamak sangat berperan penting dalam mendidik generasi muda (anak kemenakan) secara berkelanjutan dimulai sejak dini. Dalam situasi dan kondisi yang intens, niniak mamak secara langsung mendidik generasi muda (anak kemenakan) baik berbentuk cerita, diskusi sejarah ataupun dalam bentuk nasehat-nasehat tentang ABS-SBK. Maka dibutuhkan niniak mamak yang benar-benar memiliki wawasan adat dan agama yang baik dan luwes sehingga bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Tantangannya adalah saat ini sangat jarang sekali terjadinya komunikasi antara mamak (paman) dengan anak kemenakan khususnya membahas sejarah dan nilai-nilai ABS-SBK. hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi niniak mamak di salingka nagari untuk tetap memelihara generasi muda (anak kemenakan) dari efek globalisasi.
Alim ulama dalam hal ini dapat mendukung pelaksanaan pendidikan agregat ABS-SBK dengan mengupayakan agar generasi muda yang berada disekitar lingkungan masyarakatnya dapat menghidupkan kembali generasi “kembali ka surau” yang dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan sebagaimana yang diajarkan dalam agama Islam. Tidak hanya sholat dan mangaji, surau dapat dikembangkan menjadi tempat untuk menciptakan inovasi, mengembangkan kreatifitas dan bakat generasi muda serta  mengarahkannya kepada tuntunan Islam seperti program dakwah, tausiyah, musik islami dan kegiatan-kegiatan lainnya. Hal ini tentunya didukung oleh sosok-sosok alim ulama yang berjiwa muda dan kreatif.

Per

Tidak ada komentar:

Posting Komentar